Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sekali Lagi Mengingatkan Bahaya GERD, wadpadai Penyakit Lain dengan Gejala Serupa

image-gnews
Ilustrasi gerd. Pexels/Cottonbro
Ilustrasi gerd. Pexels/Cottonbro
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), atau penyakit asam lambung, merupakan gangguan pencernaan yang dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang usia. GERD perlu mendapat perhatian serius karena bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya jika tidak ditangani dengan baik. Jadi, apa itu GERD, apa saja gejalanya, dan bagaimana cara mengobatinya?

Menurut Healthline, salah satu gejala utama GERD adalah refluks asam lambung yang terjadi secara sering dan berkelanjutan. Refluks asam terjadi ketika isi perut naik kembali ke kerongkongan, yang dikenal sebagai regurgitasi asam atau refluks gastroesofagus. Biasanya, GERD terjadi setidaknya dua kali seminggu.

Gejala utamanya adalah nyeri dada (heartburn), yang sering disertai dengan bersendawa, mual atau muntah, sesak napas, mulut terasa asam, maag, dan gangguan pencernaan lainnya. Penyakit ini lebih sering menyerang lansia, perokok, wanita hamil, orang yang tidur atau berbaring setelah makan, dan mereka yang mengalami obesitas.

GERD terjadi karena otot kerongkongan bagian bawah (LES) tidak menutup dengan sempurna, sehingga isi makanan atau asam lambung naik kembali ke kerongkongan. Dalam kondisi normal, otot LES seharusnya menutup dan berkontraksi setelah makanan masuk ke lambung. Naiknya asam lambung atau makanan ini dapat menyebabkan iritasi dan mengikis lapisan dalam kerongkongan, memicu gejala seperti rasa terbakar pada dada dan tenggorokan, serta mulut terasa asam.

Untuk mengatasi GERD, ada beberapa jenis obat yang bisa dikonsumsi, baik dengan resep maupun tanpa resep dokter:

1. Antasida: Mengandung bahan kimia alkali yang membantu mengurangi dan menetralkan asam lambung. Antasida adalah obat paling umum untuk meredakan gejala GERD.

2. Penghambat Reseptor H-2: Obat ini berfungsi mengurangi produksi asam lambung dan memerlukan resep dokter. Meskipun lebih ampuh, penggunaannya harus diawasi oleh dokter.

3. Penghambat Pompa Proton: Lebih kuat dalam menghambat produksi asam dan membantu penyembuhan jaringan kerongkongan yang rusak. Obat ini juga memerlukan rekomendasi dokter.

4. Baclofen: Obat ini membantu mengurangi frekuensi terbukanya otot LES, dan penggunaannya harus berdasarkan resep dokter.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika gejala GERD semakin parah, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan penanganan medis lebih lanjut.

Gejala Serupa Belum Tentu Pasti GERD

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), atau penyakit asam lambung, bukanlah satu-satunya gangguan pencernaan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Ada beberapa penyakit serupa yang mungkin memiliki gejala dan mekanisme yang mirip dengan GERD. Mari kita jelajahi beberapa di antaranya:

  • Hernia Hiatus: Hernia hiatus terjadi ketika bagian atas lambung menonjol melalui otot diaphragma yang memisahkan dada dari perut (hiatus esofagus). Ini dapat menyebabkan refluks asam dan gejala yang mirip dengan GERD, seperti nyeri dada dan mulas. Perawatan untuk hernia hiatus
    bisa mencakup perubahan gaya hidup, obat-obatan, atau dalam kasus yang parah, pembedahan.

  • Gastroparesis: Gastroparesis adalah kondisi di mana lambung mengalami gangguan pergerakan otot sehingga proses pengosongan lambung menjadi lambat. Ini bisa menyebabkan makanan dan cairan tetap dalam lambung lebih lama dari biasanya, yang dapat menyebabkan refluks asam dan gejala yang mirip dengan GERD. Pengelolaan gastroparesis biasanya melibatkan perubahan diet, obat-obatan untuk merangsang gerakan lambung, dan mungkin juga terapi fisik.

  • Sindrom Dispepsia Fungsional: Sindrom dispepsia fungsional adalah gangguan pencernaan yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau nyeri di perut bagian atas, tanpa adanya penyebab yang jelas. Gejalanya bisa mirip dengan GERD, termasuk sensasi terbakar di dada dan perut bagian atas. Pengobatan untuk sindrom dispepsia fungsional mungkin melibatkan perubahan diet, pengelolaan stres, dan penggunaan obat-obatan.

  • Sindrom Barrett: Sindrom Barrett adalah kondisi di mana jaringan esofagus bagian bawah mengalami perubahan menjadi lebih mirip dengan jaringan usus kecil, biasanya akibat kerusakan yang disebabkan oleh refluks asam kronis. Gejala yang mungkin muncul termasuk nyeri dada, kesulitan menelan, dan rasa terbakar di dada. Pengelolaan sindrom Barrett bisa mencakup pengobatan untuk mengendalikan refluks asam, serta pemeriksaan rutin untuk memantau perkembangan kondisi.

MICHELLE GABRIELA  | NAOMY A. NUGRAHENI

Pilihan Editor: Jangan Panik, Lakukan 5 Cara Ini Jika Terserang GERD

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Mengenal Bedah Laparoskopi untuk Atasi GERD

2 hari lalu

Ilustrasi dokter bedah. bet.com
Mengenal Bedah Laparoskopi untuk Atasi GERD

Seberapa aman bedah laparoskopi untuk mengatasi GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) atau penyakit asam lambung.


Perlunya Sekolah Beri Edukasi Makanan Sehat Cegah Anak Obesitas

7 hari lalu

Ilustrasi anak obesitas/obesitas dan kesehatan. Shutterstock.com
Perlunya Sekolah Beri Edukasi Makanan Sehat Cegah Anak Obesitas

Ahli gizi mengimbau sekolah turut memberi edukasi makanan sehat untuk mencegah risiko anak obesitas.


Micin Sering Dianggap Penyebab Kebodohan, Ini Kata Dokter Gizi

15 hari lalu

Ilustrasi MSG. Shutterstock
Micin Sering Dianggap Penyebab Kebodohan, Ini Kata Dokter Gizi

Dokter spesialis gizi klinik Yohan Samudra menjelaskan manfaat micin bagi kesehatan.


Menonton TV Berlebihan di Usia 20an Tahun Berisiko Tinggi Terkena Penyakit Kardiovaskular

21 hari lalu

Ilustrasi menonton televisi. Shutterstock.com
Menonton TV Berlebihan di Usia 20an Tahun Berisiko Tinggi Terkena Penyakit Kardiovaskular

Menonton tv dalam waktu yang lama kerap dikaitkan dengan masalah kesehatan, mulai dari gangguan tidur dan obesitas hingga masalah kesehatan mental


Studi Terbaru: Paparan Polutan di Masa Bayi Terindikasi Turut Memicu Epidemi Gangguan Metabolik seperti Obesitas dan Diabetes Tipe 2

31 hari lalu

Ilustrasi penelitian biologi molekular. Sumber: dokumen Lembaga Eijkman
Studi Terbaru: Paparan Polutan di Masa Bayi Terindikasi Turut Memicu Epidemi Gangguan Metabolik seperti Obesitas dan Diabetes Tipe 2

Riset mengindikasikan paparan zat kimia TCDF turut berkontribusi pada epidemi gangguan metabolik, seperti obesitas dan diabetes tipe 2.


3 Faktor Pemicu Penyakit Kanker, Berikut Jenis-jenis Pengobatannya

33 hari lalu

ilustrasi kemoterapi (pixabay.com)
3 Faktor Pemicu Penyakit Kanker, Berikut Jenis-jenis Pengobatannya

Berbagai faktor telah diidentifikasi sebagai pemicu atau peningkat risiko penyakit kanker, mulai dari faktor genetik hingga gaya hidup


Apa Itu Prediabetes? Memahami Risiko dan Strategi untuk Mencegah Diabetes Tipe 2

36 hari lalu

Ilustrasi diabetes. Freepik.com
Apa Itu Prediabetes? Memahami Risiko dan Strategi untuk Mencegah Diabetes Tipe 2

Salah satu kondisi yang semakin banyak dibicarakan adalah prediabetes. Apa kaitannya dengan diabetes tipe 2?


Risiko Obesitas Akibat Minuman Berpemanis, Ini Pesan Ahli Gizi

38 hari lalu

Ilustrasi anak obesitas/obesitas dan kesehatan. Shutterstock.com
Risiko Obesitas Akibat Minuman Berpemanis, Ini Pesan Ahli Gizi

Ahli gizi mengingatkan risiko obesitas akibat minum minuman berpemanis setiap hari secara terus-menerus.


Diet Tanpa Obat, Demi Ginjal Sehat

43 hari lalu

Foto kombinasi Dewi Rina dan Gilang Rahadian pada 2021 saat sebelum jalankan diet (kiri). dan setelah diet pada 2024. Dok. Pribadi
Diet Tanpa Obat, Demi Ginjal Sehat

Dewi Rina ceritakan perjalannya melakukan diet sehat tanpa obat. Ia berhasil menurunkan berat badan 18 kilogram dalam 2 tahun dengan atur pola makan.


Walau Mengantuk, Mengapa Setelah Makan Tidak Boleh Langsung Tidur?

47 hari lalu

Ilustrasi wanita mengantuk. Freepik.com
Walau Mengantuk, Mengapa Setelah Makan Tidak Boleh Langsung Tidur?

Namun, kebiasaan tidur setelah makan karena disergap mengantuk ini sebenarnya dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan.