TEMPO.CO, Jakarta - Staf bidang penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rafika Zulfa, meminta pengaturan pola konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Salah satunya dengan apengenaan cukai pada produk tersebut sebagai upaya perlindungan konsumen.
“Tentu diperlukan instrumen yang bisa lebih mengontrol pola konsumsinya. Salah satunya dengan diberlakukannya cukai minuman berpemanis dalam kemasan secepatnya di tahun ini,” kata Rafika, Senin, 12 Agustus 2024.
Ia mengatakan pengenaan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan bisa menjadi cara mengatur pola konsumsi masyarakat. Selain perlindungan konsumen dengan kebijakan fiskal dengan cukai, upaya lain adalah dengan kebijakan nonfiskal seperti peningkatan edukasi promosi kesehatan dan regulasi mengenai pelabelan yang lebih informatif kepada masyarakat.
Ia juga menyebut YLKI mendukung Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2024 yang mengatur batasan konsumsi minuman tinggi gula dalam kemasan. Peraturan ini diharapkan menjadi langkah yang bisa mengatur pola konsumsi masyarakat dan produksi pelaku usaha.
“Selain adanya PP yang mengatur, hal yang tidak kalah penting adalah upaya pengawasan pelaksanaan oleh pemerintah dan lembaga terkait untuk bisa memastikan apakah regulasi tersebut sudah dilaksanakan dengan semestinya,” jelasnya.
Rafika menyebut pengawasan perlu dilakukan untuk memastikan apakah pola konsumsi masyarakat dan produk barang yang beredar di pasaran sudah sesuai PP tersebut atau belum untuk mencegah angka kejadian diabetes yang semakin tinggi. Selain itu, pengawasan di lapangan juga harus digencarkan dengan pemberian label pada kemasan sebagai petunjuk kepada konsumen untuk bisa memberikan informasi yang sebenar-benarnya terhadap suatu produk yang digunakan.
Perlunya edukasi
Rafika berharap adanya informasi detail mengenai kandungan gizi pada suatu produk bisa membuat masyarakat lebih mudah menentukan pilihan yang lebih sehat dan baik untuk dikonsumsi. Selain peraturan tertulis, aksi nyata juga harus dilakukan pemerintah secara langsung dalam upaya melindungi konsumen dari penyakit akibat konsumsi gula berlebihan lewat edukasi advokasi digital melalui media massa agar informasi bisa menyebar luas.
“Edukasi yang dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif, secara terus menerus dalam upaya memberikan informasi yang luas kepada konsumen mengenai dampak secara langsung dan tidak langsung minuman berpemanis dalam kemasan,” ujarnya.
Hal itu juga yang gencar dilakukan YLKI dalam memberikan advokasi dan sosialisasi secara aktif ke masyarakat melalui media sosial YLKI dan kegiatan offline kepada konsumen di beberapa kota besar di Indonesia dan melibatkan para pakar di bidang kesehatan. Selain dari segi kesehatan juga dilibatkan pakar ekonomi keuangan untuk memberi edukasi mengenai urgensi cukai MBDK serta survei nasional yang dilakukan YLKI mengenai perilaku konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan dan kesehatan masyarakat.
Pilihan Editor: Risiko Obesitas Akibat Minuman Berpemanis, Ini Pesan Ahli Gizi