TEMPO.CO, Jakarta - Dokter Spesialis Anak Buti A. Azhali mengatakan masih banyak miskonsepsi seputar Demam Berdarah Dengue (DBD) yang beredar di masyarakat. Sebagian orang yang pernah terinfeksi DBD beranggapan bahwa mereka sudah kebal alias tidak akan terinfeksi lagi. "Padahal, karena adanya 4 serotipe virus dengue, infeksi DBD bisa berulang, bahkan berisiko lebih parah," katanya dalam keterangan pers kepada Tempo pada 12 September 2024.
Karena itu, Buti menyarankan agar masyarakat memastikan perlindungan yang lebih baik melalui langkah-langkah pencegahan yang tepat dalam menghadapi penyakit DBD. "Salah satunya melalui metode vaksinasi," kata Buti.
Ia mengatakan vaksin DBD yang tersedia dapat diberikan kepada kelompok usia 6-45 tahun dan telah direkomendasikan penggunaannya oleh beberapa asosiasi medis, termasuk oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) bagi anak usia 6-18 tahun, dan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bagi usia 19-45 tahun. "Namun demikian, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan. Terkait dengan pemberian vaksin secara bersamaan dengan vaksin lain, tentunya masyarakat perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter tentang hal tersebut,” kata Buti.
Kegiatan “Langkah Bersama Cegah DBD”, bagian dari kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD/Takeda
Sebelumnya, PT Takeda Innovative Medicines dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pemerintah dan pemangku kepentingan setempat, hadir di kota kembang, Bandung, Jawa Barat dalam kegiatan “Langkah Bersama Cegah DBD”. Program ini bagian dari kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD. Rangkaian “Langkah Bersama Cegah DBD” yang diselenggarakan di Mall Paskal, Bandung, menghadirkan beberapa kegiatan edukasi seputar DBD dan upaya pencegahannya dari tanggal 6-8 September 2024.
Baca juga:
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht, mengingatkan DBD adalah penyakit yang mengancam jiwa yang dapat menjangkit siapa saja. Di Indonesia, semua orang berisiko terkena DBD sepanjang tahun. Para korban bisa dari berbagai latar belakang ekonomi, lokasi tempat tinggal, usia, hingga gaya hidup mereka. Selain itu, anak sekolah dan orang dewasa yang bekerja adalah yang paling rentan terinfeksi. "Yang memprihatinkan, DBD menjadi salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak. Oleh karena itu, kami sangat bersemangat menyelenggarakan ‘Langkah Bersama Cegah DBD’, dari satu kota ke kota lainnya, menyerukan agar kita menjadi lebih proaktif dan bersatu dalam memerangi DBD,” katanya.
Andreas menambahkan, timnya berkomitmen untuk menjadi mitra jangka panjang bagi pemerintah, tenaga kesehatan, swasta, serta para pemangku kepentingan lainnya, dalam melawan DBD di Indonesia, baik melalui pencegahan inovatif kami maupun lebih dari itu. Kami percaya, melalui sinergi yang kuat antara pihak swasta, pemerintah pusat, pemerintah daerah, tenaga kesehatan, sekolah, dan masyarakat setempat, kita dapat membuat perubahan. Bersama, kita akan mampu menjadikan DBD bukan lagi penyakit yang menakutkan, dan menciptakan Kota Bandung bebas DBD dengan menjaga implementasi 3M Plus serta mempertimbangkan metode perlindungan lain yang inovatif.”
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat kumulatif kasus DBD di Indonesia sampai dengan minggu ke-33 tahun 2024 adalah sebanyak 181.079 kasus dengan 1.079 kematian, lebih tinggi dibandingkan jumlah keseluruhan kasus sepanjang tahun 2023 yaitu 44.438 kasus DBD dengan 322 kematian. Kota Bandung sendiri mencatatkan jumlah kasus DBD tertinggi pada periode yang sama dengan 46.594 kasus dan 281 kematian.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, R. Vini Adiani Dewi memaparkan timnya terus menghadapi tantangan serius dalam mencegah dan mengendalikan DBD. Setiap tahun, banyak warga terkena dampak penyakit ini, terutama di daerah-daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. "Hingga awal September saja, kami mencatat 47.525 kasus DBD di Jawa Barat dengan 286 kematian," katanya.
Berbagai upaya pun sudah dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus DBD. Ada program pengendalian vektor dan peningkatan kesadaran masyarakat. Namun, pencegahan DBD bukan hanya tugas pemerintah—ini adalah tanggung jawab kita bersama. Melalui kolaborasi dengan pemerintah pusat, kami berkomitmen menurunkan angka kasus dan kematian akibat DBD di Jawa Barat. Strategi ini mencakup pendekatan terpadu yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Untuk itu, kami mengajak seluruh warga Jawa Barat untuk aktif dalam pencegahan DBD melalui praktik 3M Plus dan memanfaatkan inovasi vaksin DBD demi kesehatan dan keselamatan bersama.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Kementerian Kesehatan Anas Ma'ruf menambahkan Indonesia menghadapi beban yang signifikan yang disebabkan oleh DBD, dengan ribuan kasus yang dilaporkan setiap tahun. Pemerintah telah menyusun strategi nasional yang komprehensif untuk memerangi penyakit ini, dengan fokus pada penguatan sistem surveilans, pengendalian vektor, dan pemberdayaan masyarakat. Melalui Strategi Nasional Pengelolaan Dengue 2021-2025, kami menetapkan target menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat DBD secara berkelanjutan.
Perlindungan menyeluruh sangat penting, mengingat risiko DBD yang mengancam semua orang tanpa terkecuali. "Kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD menjadi bagian terintegrasi dari upaya ini, memberikan edukasi dan solusi preventif yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Dengan kerjasama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dari DBD," katanya.
Pilihan Editor: Nias Selatan Darurat Bencana DBD dan Malaria: Ratusan Orang Dirawat, 8 Meninggal