TEMPO.CO, Jakarta - Pendidikan seksual komprehensif pada anak dan remaja dinilai bisa turut andil dalam upaya pencegahan pelecehan seksual. Pendidik dan pemerhati kesehatan seksual dan reproduksi June Low menjelaskan pendidikan seksual komprehensif sebetulnya mengajarkan anak dan remaja untuk dapat mengenali tubuh, cara menjaga privasi, hingga cara menetapkan batasan yang sehat.
“Jadi ketika menghadapi predator mereka bisa mengetahui apa yang harus dilakukan. Mereka juga bisa mengetahui bagaimana caranya untuk mencari bantuan,” kata June dalam webinar di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2024.
Ia mengatakan pendidikan seksual komprehensif pada dasarnya upaya untuk memberikan informasi yang akurat secara medis yang tidak hanya berfokus pada materi biologi tetapi juga mencakup aspek-aspek lain seperti kognitif, emosional, fisik, dan sosial. Artinya, pendidikan seksual komprehensif berarti berkaitan dengan kecakapan hidup, terutama untuk mendukung mereka mengambil keputusan dengan bijak dan memiliki kemampuan negosiasi serta memahami identitas diri.
June menegaskan pendidikan seksual komprehensif tidak berarti mendorong remaja untuk melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, hal ini justru mencegah remaja melakukan hubungan seks pada usia dini. Pendidikan seksual komprehensif juga sebaiknya tidak hanya dilakukan beberapa kali namun harus konsisten dalam jangka panjang. Melalui edukasi yang menyeluruh, anak dan remaja juga perlahan-lahan memahami bentuk hubungan yang sehat sehingga diharapkan bisa turut andil dalam penurunan angka kekerasan dalam hubungan di masa depan.
“Mereka belajar tentang consent dan safety di dalam pendidikan seksualitas komprehensif. Mereka juga belajar tentang seperti apa perilaku yang buruk di dalam suatu hubungan,” kata pendiri platform edukasi Good Sex Education itu.
Usia memulai edukasi seks
Menurutnya, edukasi seks yang lengkap juga memiliki manfaat lain, yaitu dapat meningkatkan pembelajaran sosial dan emosional karena mereka belajar tentang kesadaran diri, kontrol diri, kemampuan interpersonal, dan tanggung jawab. Ia juga mengingatkan bahaya konten pornografi sejak masifnya penetrasi internet.
Orang tua juga kerap kesulitan mencari cara mencegah anak terpapar konten pornografi. Maka dengan pendidikan seksual yang menyeluruh pada akhirnya hal ini juga dapat meningkatkan literasi media pada anak dan remaja. June, yang saat ini sedang menyelesaikan jenjang S3 di jurusan ilmu kesehatan Universitas Kyoto, mengatakan pendidikan seksual yang baik harus disesuaikan dengan tahapan usia anak dan remaja.
Berdasarkan International Technical Guidance on Sexuality Education (ITGSE), edukasi bisa dimulai pada usia 5-8 tahun dan berlanjut pada usia selanjutnya hingga 15-18 tahun ke atas. Merujuk pada ITGSE, June menjelaskan edukasi dapat dimulai dengan fokus materi yang mendorong anak untuk memahami ia layak disayangi dan setiap orang dewasa pada dasarnya bisa merencanakan kehamilan. Materi terus meningkat pada setiap tahapan usia hingga pada puncaknya mereka bisa memahami manfaat penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
“Kita harus ingat bahwa pendidikan seksualitas komprehensif harus sesuai dengan kelompok usia dan kultur setempat. Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir bahwa kita akan sexualized anak dan remaja, bahwa itu akan menyebabkan mereka berhubungan seksual. Riset menunjukkan sebaliknya bahwa pendidikan seksualitas komprehensif memiliki banyak manfaat,” paparnya.
Pilihan Editor: Peneliti BRIN Sebut Perlunya Pendidikan Seksual Komprehensif pada Remaja