TEMPO.CO, Jakarta - Peran edukator dibutuhkan untuk melahirkan ide-ide kreatif kegiatan yang menarik bagi pengunjung, terutama anak-anak, saat berkunjung ke museum di Jakarta.
"Ide-ide kreatif lahir dari para edukator, bagaimana koleksi bisa lebih mengedukasi. Di situ ada permainannya. Kalau edukator itu tidak ada, bisa coba kumpulkan orang-orang yang kreatif," kata Ketua Subkelompok Sejarah dan Permuseuman Dinas Kebudayaan Jakarta, Bayu Niti Permana, Selasa, 29 Oktober 2024.
Menurutnya, apabila sasaran museum merupakan pengunjung anak maka edukator bisa menghadirkan permainan-permainan atau kegiatan menyanyi atau menari di sela-sela kunjungan anak. Kegiatan membatik, misalnya, disukai anak karena menyenangkan. Dari ide itu kemudian lahirlah kegiatan membatik di Museum Tekstil hingga kain pelangi.
"Untuk anak-anak usia dini, lahir ide buat batik. Sarana pembatikan, dulu di Museum Tekstil pernah membuat itu," ujarnya.
Idenya dari edukator, lalu lahirlah program membatik di Museum Tekstil hingga berkembang membuat pewarna alam. "Lalu mencelup atau membuat kain pelangi dan sebagainya," tambahnya.
Ditunggu ide-ide baru
Ide lain seperti di Museum Sejarah Jakarta, yakni program arkeolog cilik dengan tujuan membuat anak-anak suka dengan temuan-temuan arkeologi. "Mereka diberi sarana menggali pasir, dibuat ruangan seperti gua dan sebagainya. Biasanya edukator punya ide ini dan rata-rata memiliki latar belakang pendidikan guru, paling tidak biasa membuat program edukasi," papar Bayu.
Dia menuturkan saat ini sudah semakin banyak ide-ide baru yang lahir dari edukator dan berdampak pada lokasi kunjungan. Menurut Bayu, kunjungan ke museum yang tadinya hanya kunjungan di dalam museum bisa bertambah dengan kunjungan ke taman karena terkait koleksi pewarna alam dengan tumbuhan.
Pilihan Editor: Sinyal Anak Tumbuh Jadi Sosok yang Manja, Salah Pola Asuh?