TEMPO Interaktif, Makassar - Tak pernah ada dalam bayangan Arifuddin, anak semata wayangnya, Putra Aditya, 6 tahun, punya penyakit turunan, thalassemia. Berbagai cara pengobatan sudah dilakukan. Cara alternatif pun hasilnya nihil. Arifuddin harus mengeluarkan banyak uang untuk pengobatan yang sangat mahal. Obat yang berasal dari luar negeri. "Untuk obat dengan jenis lasic saja harganya jutaan rupiah," Arif mengeluhkan.
Setiap bulan, Putra harus dibawa ke rumah sakit. Ia menjalani desferal, semacam injeksi pembuangan zat besi dari tubuh. Injeksi harus dilakukan karena penderita thalassemia kelebihan zat besi sebagai dampak tak berfungsinya sel darah merah. Kelebihan inin bisa mengakibatkan penumpukan zat tersebut dalam jantung, paru-paru dan ginjal.
Agar mengembalikan kondisi kesehatan, penderita thalassemia, setiap dua kali sebulan, harus transfusi darah. Ratusan ribu rupiah harus dikeluarkan. Penderita thalassemia perlu feritine, sejenis takaran untuk tampungan zat besi dalam tubuh. Tujuannya agar warna kulit penderita tak pucat.
Penyakit thalassemia cukup berbahaya. Menyerang sumsum tulang belakang hingga penderita tak mampu meregenerasi sel darah merah ke seluruh tubuh. Penyakit ini merupakan turunan resesif, atau istilah kedokterannya anemia hemolitik herediter. Ciri-ciri penderitanya, warna kulitnya agak kusam, seperti abu-abu. Bila tekanan hemoglobin berada di bawah angka enam, wajah pucat seperti mayat.
Guru besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Dasril Daud, mengatakan masalah genetik ini merupakan penyakit darah bawaan pada anak terbanyak di antara penyakit darah yang bersifat congenial. Bahkan penyakit terbanyak dari seluruh kelainan genetik di dunia.
Dasril menuturkan, darah sangat penting bagi kehidupan manusia. Penyakit genetik menimbulkan penyakit bawaan pada anak atau rusaknya sel darah merah pada anak. Thalassemia berasal dari pasangan yang membawa sifat thalassemia. Kemungkinan pasangan ini menghasilkan keturunan adalah 25 persen thalassemia mayor, 50 persen pembawa sifat (carrier), dan 25 persen sehat.
Dengan kata lain, dalam setiap kehamilan dari pasangan tersebut terdapat kemungkinan satu berbanding empat anak mereka menderita thalassemia mayor, dua banding empat kemungkinan anak membawa gen atau carrier dan satu banding empat kemungkinan anak berdarah normal dan tumbuh sehat.
Jenisnya beragam dari ringan hingga parah. Pada thalassemia minor, kerusakan gen umumnya ringan. Penderita hanya pembawa gen. Mereka tak mengalami masalah kesehatan, kecuali gejala anemia ringan yang ditandai dengan lesu, kurang nafsu makan, sering terkena infeksi, dan sebagainya.
Thalassemia mayor merupakan kerusakan gen berat. Jantung penderita mudah berdebar-debar. Kondisi ini akibat kurangnya hemoglobin dalam darah sehingga berdampak pada kurangnya oksigen yang dibawa. Jantung bekerja extra keras. Sel darah merah dari penderita cepat rusak sehingga senantiasa perlu suplai dari luar melalui transfusi.
Tipe penyakit intermediate terjadi pada kondisi antara mayor dan minor. Kasus seperti ini bisa mengakibatkan anemia berat dan deformitas tulang serta pembengkakan limpa. Rentang keparahan klinis thalassemia intermediate cukup lebar. Batasan dengan kelompok tipe mayor tak terlalu jelas sehingga keduanya dibedakan berdasarkan ketergantungan sang penderita pada transfusi darah.
Dasril mengatakan pencegahan penyakit ini bisa dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan. Keluarga dengan riwayat thalassemia perlu mengetahui risiko penderita melalui penyuluhan genetik.
SUKMAWATI