Tampil di depan publik, pemilik nama lengkap Muhammad Arfiza Shahab itu penuh percaya diri, tidak seperti umumnya anak-anak seusianya yang masih malu-malu. Sesekali ia menggoda penonton yang membuat mereka semakin gemas kepadanya.
Berada di antara kerumunan penggemar tidak membuat senyum Umay redup. Meski ada beberapa penggemar yang kelewatan memperlakukan dirinya, toh Umay tetap meladeni permintaan untuk bersalaman, memeluk, mencubit, atau berfoto bersama.
Yahni Damayanti, sang ibu, mengaku pernah merasa khawatir bila ia telah memaksa Umay terjun ke dunia hiburan. Saat Umay berusia 2 tahun, Yahni sering mendapat tawaran agar putranya menjadi bintang iklan, namun Umay selalu menolak. Yahni berusaha membujuk, toh tetap saja Umay berkeras hati menolak.
Karena khawatir terlalu memaksa Umay, ibu tiga anak itu pun pergi ke psikolog untuk mengetahui bakat putranya. Yahni merasa cemas dan beranggapan dirinya salah melihat bakat dan potensi buah hatinya, sehingga berujung pada eksploitasi. Berdasarkan hasil konsultasi dengan psikolog, ternyata Umay memang berbakat di bidang hiburan dan kreativitas. Hanya, pada awal-awal ia tampak malu saat diminta membintangi sebuah iklan televisi.
Seto Mulyadi, pendidik dan pemerhati anak, mengatakan setiap anak memiliki bakat yang berbeda-beda. Ada yang berbakat di bidang seni, kreativitas, olahraga, dan ada pula yang berbakat di bidang akademis, seperti pintar matematika atau fisika. Menurut Kak Seto, orang tua harus bisa menghargai setiap bakat dan potensi anak.
"Sering kali mereka terdiskriminasi kalau matematikanya dapat nilai jelek. Padahal si anak pintar menyanyi," ujarnya. Kak Seto mengingatkan agar orang tua jangan sampai memaksakan bakat anak supaya mereka bisa tumbuh dengan percaya diri dan unggul di bidangnya masing-masing. Dia mencontohkan, pemain sepak bola Maradona tidak akan bisa unggul di bidang matematika karena keahliannya di bidang olahraga. Bila Maradona dipaksa belajar matematika, tentulah ia tidak akan pernah menjadi pemain sepak bola terkenal.
Sementara itu, A. Kassandra Putranto, psikolog anak dan keluarga, mengatakan banyak anak terjerat masalah narkoba atau tawuran. Salah satu faktor penyebabnya adalah mereka tidak bisa menemukan potensi dan dipaksa belajar sesuatu yang bukan minat mereka.
Kassandra menyarankan agar orang tua harus bisa membimbing serta mengarahkan bakat dan potensi anak. "Yang perlu diingat, jangan sampai memaksa. Itu artinya eksploitasi," ujarnya.
Ada satu kunci untuk mengukur apakah orang tua mengeksploitasi anak atau tidak dalam mendukung si kecil melakukan aktivitas pada bidang yang diminatinya. Kassandra mengingatkan, kuncinya adalah senyum anak jangan sampai hilang dari wajah mereka. Bila mereka tidak bisa lagi tersenyum atau kehilangan keceriaan, sebaiknya orang tua jangan lagi memaksa mereka.
Sekali lagi Kassandra menggarisbawahi bahwa peran orang tua sangat penting dalam mendukung minat dan bakat anak. Misalnya, bila anak memang tidak bisa menyanyi, mereka tidak perlu dipaksa menjadi penyanyi. "Sebab, jika si anak sampai gagal, bisa menimbulkan penurunan rasa percaya diri, hilang minat, gangguan sosial, gangguan fisik, maupun kehilangan harga diri," ujarnya.
Kassandra pun menyebutkan contoh kasus pada artis Shirley Temple, yang mengalami sindrom eksploitasi, yang mengakibatkan bunuh diri di usia lanjut. "Salah satu penyebab adalah Shirley merasa masa kejayaannya sebagai bintang kecil dulu adalah eksploitasi terselubung," kata dia. | AQIDA SWAMURTI