"Biar makan banyak, aku tetap olahraga, kok, supaya tetap sehat dan tak gampang sakit," kata Amel, yang terkenal dengan slogan "Rasanya, beh..., bukan main" dalam acara tersebut.
Lain lagi dengan Wista, bocah seusia Amel yang juga bertubuh gempal. Bocah laki-laki berusia 9 tahun ini sehari-hari senang makan. Jadwal makannya dalam sehari 5-7 kali, melampaui jadwal pada umumnya. "Setiap Wista lapar, ia nangis, ujung-ujungnya pasti minta makan. Saya tidak tega, akhirnya selalu menuruti keinginannya," kata Dewi, ibunda Wista.
Tapi kini Dewi dilanda kesedihan setelah mendapat hasil pemeriksaan medis tentang Wista. Sebulan ini Wista bolak-balik masuk rumah sakit. Menurut dokter, ia mengalami obesitas kompleks yang mengakibatkan siswa kelas IV sekolah dasar ini terkena potensi diabetes dan darah tinggi.
Menurut Nidya Harahap, dokter anak dari Klinik Buah Hati di kawasan Kelapa Gading, obesitas yang dialami Amel dan Wista belakangan semakin marak. "Obesitas pada anak jumlahnya semakin tinggi. Orang tua mesti berhati-hati karena dampaknya mengerikan."
Kurangnya lahan atau area terbuka pada era masa kini, menurut Nidya, menjadi salah satu faktor anak tidak lagi memiliki ruang terbuka yang leluasa untuk berolahraga. Faktor kemajuan zaman membuat anak lebih hightech atau kemampuan teknologinya lebih tinggi dan lawtouch atau kemampuan sentuhan alias kepekaan empatinya lebih rendah.
Akibatnya, anak-anak lebih sering berkutat dengan teknologi atau "mendekam" sibuk dengan gadget-nya di dalam ruangan, entah di rumah atau warung Internet, dan tak lagi suka berolahraga atau bergerak bebas di alam terbuka.
"Sudah jarang dan malas bergerak atau malas berolahraga, lalu pola makannya serba enak. Akhirnya mengidap obesitas yang membahayakan kesehatan," Nidya memaparkan.
Menurut dia, obesitas pada anak sudah mencapai taraf epidemi yang juga dialami di banyak negeri. Nidya mengutip keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa di seluruh dunia terdapat kira-kira 22 juta anak-anak yang kelebihan berat badan.
Nidya juga merujuk pada sebuah survei di Spanyol, yang menyingkap bahwa satu dari setiap tiga anak kelebihan berat badan atau obese. Kemudian, hanya dalam waktu 10 tahun (1985-1995), obesitas pada anak naik tiga kali lipat di Australia.
Dalam tiga dasawarsa terakhir, yaitu pada era 2000-an, obesitas pada anak berusia 6-11 tahun meningkat lebih dari tiga kali di Amerika Serikat.
Obesitas pada anak juga dialami sejumlah negara berkembang. Berdasarkan hasil temuan Satuan Tugas Obesitas Internasional, di beberapa bagian Afrika ada lebih banyak anak yang mengalami obesitas ketimbang malnutrisi.
Misalnya, pada 2007, Meksiko menempati urutan kedua di dunia, setelah Amerika Serikat, untuk obesitas pada anak. Kabarnya, di Mexico City ada sekitar 70 persen anak dan remaja yang kelebihan berat badan.
Ahli bedah anak, Dr Francisco Gonzalez, memperingatkan bahwa generasi ini mungkin adalah "generasi pertama yang akan mati sebelum orang tua mereka akibat komplikasi obesitas".
Gonzales menjelaskan, komplikasi pada obesitas antara lain diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. Ketiga komplikasi itu sebelumnya dianggap sebagai problem kesehatan yang umum yang dialami orang dewasa.
Menurut Institute of Medicine, AS, 30 persen anak laki-laki dan 40 persen anak perempuan yang lahir di Amerika Serikat pada 2000 memiliki risiko bahwa suatu waktu mereka akan didiagnosis mengidap diabetes tipe 2 yang berkaitan dengan obesitas.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat juga memaparkan tentang tren yang mencemaskan di kalangan anak-anak, yakni, seiring dengan meningkatnya obesitas, mengarah pada semakin tinggi tekanan darah tinggi.
"Bila tren yang meningkat pada tekanan darah tinggi ini tidak dihentikan, kita dapat menghadapi ledakan kasus penyakit kardiovaskuler baru di kalangan remaja dan orang dewasa," demikian peringatan Dr Rebecca Din-Dzietham, dari Morehouse School of Medicine di Atlanta, Georgia.
Nidya menambahkan, fakta-fakta internasional tersebut menjadi peringatan yang harus disikapi dengan serius. "Anak-anak adalah generasi masa depan. Seharusnya hal ini menjadi prioritas penting yang harus dipikirkan bersama," ujarnya. | HADRIANI P