Akibatnya, gaji Romi pun naiknya seret. "Padahal kebutuhan semakin meningkat," katanya. Kebutuhan meningkat lantaran, tahun kedua bekerja, Romi menikah dan setahun kemudian mempunyai anak. "Otomatis saya perlu membeli rumah dan isinya," ujarnya.
Harapan Romi naik jabatan agar gajinya terkerek tajam. Namun harapannya hanya mimpi belaka. Belakangan Romi memang ingin pindah kerja, tapi ia menyadari usianya sudah 34 tahun. "Untuk account executive, usia saya sudah tidak muda lagi," katanya.
Sebenarnya keinginan Romi pindah mulai muncul saat setengah dari temannya naik jabatan. Namun keinginan itu ditepisnya. "Kala itu saya lebih memilih bertahan karena cocok dengan budaya kantor di sini," katanya.
Yang Romi sesalkan adalah sistem penilaian yang dinilainya sarat penzaliman terhadap dirinya. Namun hal itu tak cukup kuat untuk membuatnya hengkang dari kantornya. Ia tak cukup keberanian untuk mengundurkan diri. Yang dilakukannya adalah mencoba bersikap positif di tengah keadaan yang sebenarnya kurang disukainya.
Secara psikologis hal itu bisa dilakukan dan dinilai tidak ada masalah lagi. Namun, mengenai kesejahteraan, Romi harus membuat perencanaan baru. "Saya memilih side job (kerja sampingan)," katanya. Meski bukan utama, pekerjaan sampingan ini, menurut dia, memberi pendapatan yang lumayan. Apalagi Romi menilai pekerjaan ini tak mengganggu konsentrasi pekerjaan utamanya. "Sudah berjalan setahun ini," katanya.
Psikolog Diding Supendi mengatakan, bersikap positif di tengah keadaan yang menekan kita merupakan sikap terpuji. "Ini menunjukkan kedewasaan," katanya saat dihubungi pada Kamis lalu. Namun Diding menilai kasus yang dialami Romi tidak serta-merta dilihat dari satu sudut pandang. "Perlu dilihat dari beragam aspek," katanya.
Menurut Diding, dalam menentukan sikap, manusia dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu kepercayaan, indra, perasaan, akal pikiran, dan petunjuk agama. Diding menilai, apa yang dirasakan oleh Romi saat ini lebih banyak didasari oleh akal pikiran dan petunjuk agama. "Meski tidak mutlak," katanya.
Tindakan Romi yang memilih bersikap positif terhadap lingkungan kantor meski jabatannya tidak pernah naik, menurut Diding, merupakan tindakan yang didasarkan petunjuk agama. "Mungkin dia lebih memilih mengevaluasi diri ketimbang menyalahkan faktor lain," ujarnya.
Pendiri dan pengelola lembaga psikologi Psychodiarra di Bekasi ini menilai, mereka yang melandaskan sikapnya pada petunjuk agama, egonya tidak kuat atau dikesampingkan. Namun niat hengkang seperti Romi merupakan bentuk sikap manusia yang banyak dipengaruhi oleh ego.
Diding menilai apa yang dihubungkan Romi antara naik jabatan dan kesejahteraan merupakan kesimpulan dangkal. Alumnus psikologi Universitas Islam Bandung ini mengutip teori kebutuhan Abraham Maslow, psikolog asal Amerika Serikat. Ada lima kebutuhan manusia, yaitu kebutuhan fisiologis atau dasar, rasa aman, dicintai, dihargai, dan aktualisasi diri. Kelima faktor ini yang memotivasi manusia dalam menjalankan aktivitasnya, termasuk bekerja. Faktor-faktor ini hierarkis membentuk bagan piramida. Adapun kebutuhan fisiologis berada pada dasar piramida.
Diding menyarankan Romi melakukan analisis lebih detail atas tujuan hidupnya. "Sudah sampai mana kebutuhan hidupnya?" katanya. Naik jabatan, Diding mengatakan, merupakan kebutuhan di atas fisiologis. Jika ini yang diinginkan, tentunya harus ada perencanaan dan evaluasi sejak awal.
Keputusan Romi melakukan side job sebagai bentuk kekecewaan atas kantor dinilai Diding merupakan sikap yang keliru. "Itu tidak efektif," katanya. Menurut Diding, jika tidak puas karena gaji, yang dilakukan adalah mengundurkan diri. "Cari pekerjaan lain," katanya. Namun, jika yang dicari adalah jabatan yang naik, sikap yang paling tepat adalah mengevaluasi kenapa selama ini tidak naik jabatan.
Perasaan merasa dizalimi, ia melanjutkan, bisa jadi benteng penghalang seorang karyawan bersifat obyektif dan jujur terhadap dirinya sendiri. "Jangan-jangan dia sendiri yang merasa dizalimi padahal banyak orang yang menilai tidak seperti itu," katanya. Karena itu, bersikap positif justru dibutuhkan saat mengevaluasi diri. "Kalau obyektif akan ketemu kekurangan kita," katanya.
Interpretasi yang keliru merupakan hal yang lumrah, termasuk dalam dunia kerja. Langkah awal yang ditawarkan Diding saat mengevaluasi diri, selain bertanya kepada pihak lain, bertanya kepada diri sendiri. Jika karyawan memaksa keluar tanpa mengevaluasi, keadaan yang sama akan berulang di tempat kerja baru. Diding tak menilai pindah kerja merupakan sifat yang buruk. Namun keputusan pindah kerja sebaiknya dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan detail.
AKBAR TRI KURNIAWAN