TEMPO Interaktif, Jakarta - Di dalam rangkaian kereta rel listrik berpenyejuk udara Jabodetabek seri terbaru yang diperlambat kecepatannya, enam perempuan melenggang anggun. Ada delapan gerbong dilewati bolak-balik sejauh 320 meter. Tak tampak kelelahan dan keringat. Mereka tetap tersenyum. Sesekali mereka berhenti ketika teman-temannya menghentikan langkahnya untuk berfoto bersama.
Mereka, para perempuan ini, sedang memperagakan busana rancangan Auguste Susastro, desainer Indonesia yang berbasis di New York, Amerika Serikat. Kereta Tanjung Priok-Gambir tak ubahnya panggung catwalk bagi enam perempuan usia 25-50 tahun ini.
"Kalau dulu pernah ada peragaan busana di pesawat, kali ini dilakukan di dalam kereta," kata Krisnina Maharani, Ketua Yayasan Warna-Warni, penggagas acara ini, sesaat sebelum pertunjukan digelar pada 9 April lalu. Peragaan kali ini masih satu rangkaian kegiatan fashion show dan bazar bertajuk "Kartini dan Kereta Api" untuk memperingati hari lahir RA Kartini, 21 April. Bisa jadi, inilah pertama kalinya di Indonesia peragaan busana dilakukan di dalam kereta yang melaju.
Auguste menampilkan busana-busana siap pakai berpotongan praktis. "Saya diberi tahu fashion show-nya di dalam kereta, jadi saya sengaja cari yang simpel-simpel saja," kata desainer yang pernah memberikan satu rancangannya kepada istri orang nomor satu di Amerika Serikat, Michelle Obama, itu.
Auguste tetap menampilkan karya-karya unggulannya, yakni bergaya Eropa dengan bahan kain tenun Indonesia. Ini lantaran pasar butiknya memang ditujukan bagi warga setempat di Amerika dengan tak meninggalkan kearifan lokal Indonesia. Ada yang produksi tangan Baduy, dari alat tenun bukan mesin Garut, dan gaya keraton. "Kalau di Eropa orang lebih suka gaya two piece, (orang) Indonesia lebih suka terusan," katanya begitu tiba di Stasiun Gambir. "Biar makin gaya, ada penambahan pemakaian sabuk timang dari Keraton Solo."
Oleh karena itu, semua rancangan yang ia pertontonkan kali ini bergaya setelan meski tetap menggunakan timang. Padahal, di Solo, timang lazim dikenakan pria Solo agar berkesan gagah. "Agar perempuan yang memakai jadi anggun dan elegan," katanya.
Kata Auguste, perempuan sekarang lebih menyukai gaya anggun yang tidak mencolok. Tak mengherankan jika warna-warna desainnya tak mencolok. Motif di kain pun nyaris sewarna dengan warna dasar. Bahkan saat merancang batik pun, ia memilih dengan warna berkontras rendah.
"Perempuan itu bukan billboard yang asal pakai mencolok demi menarik perhatian," ujar pria kelahiran Jakarta, 10 Agustus 1981, ini. Untuk kali ini, Auguste mengusung baju bertema travel dan cocktail. "Jadi, bisa berganti cepat dan praktis. Dari perjalanan, begitu sampai di tempat, siap dengan pesta cocktail," kata lulusan Chambre Syndicale de La Couture, Paris, Prancis, ini.
Menurut pemilik butik Kraton di New York ini, beberapa baju memiliki potongan serupa, tapi menggunakan kain yang berbeda. "Bahan sama bukan berarti pola sama," ujarnya lagi.
Auguste menggunakan bahan sutera di dalam foring untuk penguatan struktur. Dia menjamin semua rancangannya tidak menggunakan mesin alias dijahit tangan. "Biar halus, makanya pengerjaannya untuk satu baju bisa seminggu sendiri agar lebih detail," ucap Auguste seraya menunjukkan semua rancangannya yang tidak dijahit obras.
ISTIQOMATUL HAYATI