TEMPO.CO , Jakarta - Seseorang dengan kebiasaan multitasking sepanjang waktu mungkin sangat buruk ketika melakukan dua hal sekaligus. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa banyak orang dengan kemampuan bisa melakukan berbagai aktivitas dalam waktu yang sama ini cenderung memiliki sedikit keinginan untuk meningkatkan aktivitas. Pasalnya, mereka mudah terganggu dan tidak bisa fokus pada satu aktivitas.
"Dari perspektif keamanan publik, ini sedikit mengkhawatirkan," ujar penulis studi David Sanbonmatsu, psikolog di Universitas Utah. Laporan penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal PLoS One. Sanbonmatsu memberi contoh menggunakan ponsel saat mengemudi adalah orang-orang yang buruk dalam multitasking.
Secara umum, kebiasaan multitasking telah meningkat secara dramatis dalam beberapa dekade terakhir. Tetapi semua kebiasaan itu dapat mengurangi produktivitas secara keseluruhan.
Sanbonmatsu dan tim meneliti sekitar 275 mahasiswa untuk mengetahui seberapa sering mereka multitasking. Selain itu seberapa bagus mereka melakukan kebiasaan itu dan bagaimana mereka mencari sensasi akan hal itu.
Para peneliti kemudian mengevaluasi kemampuan peserta setelah diberikan tugas mental yang sangat rumit seperti melakukan perhitungan matematika sederhana sambil mengingat urutan huruf. Tidak mengherankan, banyak orang yang menilai bahwa mereka dengan kemampuan multitasking lebih baik daripada orang lain pada umumnya. Namun, para ilmuwan mengatakan orang-orang dengan kemampuan ini mudah terganggu dan mengalami bosan.
"Temuan menunjukkan bahwa multitasking tidak meningkatkan efisiensi masyarakat," ujar Sanbonmatsu. Menurutnya, orang yang multitasking cenderung mudah terganggu, tidak bisa fokus akan satu hal. Mereka terjebak dalam hal-hal yang tidak begitu penting. Selain itu, orang yang muultitasking umumnya kurang sensitif terhadap situasi yang beresiko.
LIVE SCIENCE | ISMI WAHID