TEMPO.CO, JAKARTA—Tak banyak buku sastra karya penulis asing berhasil dicetak ulang di negeri ini. Namun Peter Zilahy, seorang penulis terkenal asal Hungaria sukses mencetak prestasi tersebut. Buku bertajuk “The Last Window Giraffe: Hari-Hari Terakhir Sang Diktator” akan kembali dirilis oleh Penerbit Bentang pada 8 Februari mendatang di Reading Room, Kemang, Jakarta Selatan.
Selain menghadiri peluncuran cetak ulang buku yang ditulis pada 1998, Zilahy juga akan berinteraksi dengan para pembaca buku yang hadir dalam acara tersebut. Dipandu oleh penggiat buku Tanah Air, Richard Oh, Zilahy ingin mendiskusikan kehidupan di bawah tekanan rezim otoritarian, tema besar dalam novel kamusnya itu.
“Kehidupan di bawah rezim totaliter masih menarik untuk diperbincangkan saat ini. Karena dalam tema itu, kita dapat akan membahas masalah relativitas waktu serta kepolosan. Dua kata yang memiliki arti sangat mendalam dalam kehidupan,” kata Zilahy kepada Purwani Dyah Prabandari dan Sita Planasari Aquadini, di Lippo Mal Kemang Village, Rabu 6 Februari 2013.
Kesempatan tersebut juga menjadi momen penting bagi Zilahy untuk belajar banyak hal baru dari para pembacanya. “Saya yakin diskusi itu akan kaya dengan hal-hal baru yang dapat memberi masukan besar bagi saya,” ujarnya.
Apalagi ia sangat tertarik dengan pendekatan lokal maupun kehidupan sehari-hari warga di setiap negara yang ia kunjungi. Zilahy menuturkan setiap kali tinggal cukup lama di sebuah negara, ia memilih tinggal dengan teman atau di apartemen, daripada di hotel.
“Pertemuan personal dengan orang lain sangat penting bagi saya. Hal itu tidak akan Anda temukan jika tinggal di hotel,” ungkap pria yang pernah menelusuri kota-kota di Jawa dan Sumatra itu. Bahkan dengan berseloroh, Zilahy mengaku lebih hafal jalan-jalan di Jakarta ketimbang sopir taksi. “Saya menghafalkan sejumlah kata Indonesia seperti lurus, belok kiri agar lancar di jalan,” tuturnya pria berambut ikal itu sembari tertawa.
Meski terkenal sebagai penulis novel, sejatinya Zilahy merupakan seniman serba bisa. Ia mengawali profesi penulis dengan membuat karya-karya puisi. Ia juga fotografer dan perupa yang sempat menggelar pamerannya di sejumlah galeri kondang di Budapest.
Karya fenomenalnya, “The Last Window Giraffe” atau Az utolso ablakzsiraf dalam bahasa Hungaria, dialihbahasakan dalam 22 bahasa termasuk Indonesia. Buku ini secara tidak langsung menginspirasi Revolusi Jingga di Ukraina yang berhasil menjatuhkan pemimpin otritarian saat itu.
L SITA PLANASARI AQUADINI
Berita populer lainnya:
Terima Rp 10 Juta, Maharani: Saya Enggak Munafik
Maharani Buka-bukaan Soal Kasus Sapi
Le Meridien Pastikan Maharani Ditangkap di Kamar
Anas Menjawab Desakan Mundur dari Demokrat
Abraham Samad : KPK Tak Gantung Status Anas
Dicegah KPK, Pemenang Putri Solo Melepas Mahkota