TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pria berbaju hitam bergantian menerbangkan bumerang. Ada yang sebal karena melenceng dan terempas tanah. Ada juga yang berteriak karena angin membawa bumerangnya pergi. Angin memang bertiup lumayan kencang pada Rabu, 18 Maret 2015 itu di sebuah lapangan luas yang rumput-rumputnya tumbuh tidak teratur. Lapangan tersebut berada persis di barat Transera Waterpark Harapan Indah Bekasi. "Kami rutin main bumerang pada Rabu dan Jumat," kata Edi Irawan Suseno, Ketua Kobuja, singkatan dari Komunitas Bumerang Jabodetabek.
Sepuluh orang dari beragam usia sangat bersemangat sore itu. Meski angin tak mau kalah, beberapa orang berhasil menangkap kembali senjata lempar khas suku Aborigin dari Australia yang digunakan untuk berburu itu. "Inilah keasyikannya. Anda lempar sejauh apa pun, bumerang akan datang kembali," ujar Endang Risnandar, sang penasihat komunitas, yang juga instruktur paramotor.
Di Indonesia, olahraga bumerang mulai naik daun. Sejak 2011 sudah ada wadah resminya. Namanya Asosiasi Bumerang Indonesia (ABI), yang awalnya bernama Inasba (Indonesia Sport Boomerang Association), diketuai oleh Listyo Bramantyo. Kojuba ini, menurut Edi, berada di bawah naungan ABI.
Menurut Endang, bumerang telah dipergunakan di seluruh dunia untuk rekreasi dan olahraga. Kompetisinya melombakan kategori jarak jauh (long distance), tangkapan cepat (fast catch), daya tahan (endurance), tangkapan akrobatik (trick catch), dan akurasi. Selain kayu, bumerang modern dapat dibuat dari multipleks, plastik, resin, fibreglass, dan sejumlah bahan lainnya.
Endang memperoleh bumerang pertamanya pada 1997 dari siswa paramotornya di Akademi Kepolisian Semarang. Ia masih ingat, bumerang itu terbuat dari plastik yang diproduksi Rangs Boomerangs Australia, berwarna hijau muda.
Bumerang berbentuk huruf V miliknya itu juga dapat dimainkan pada malam hari. Dan sejak itu bumerang tersebut menjadi teman setianya untuk berlatih lempar tangkap sampai 2011. "Main melulu jadinya. Karena itu saya telat menikah," ujar pria berusia 44 ini tertawa.
Endang mengenal bumerang dari sebuah artikel yang dimuat di majalah Intisari pada 1987. Dalam artikel tersebut diceritakan tentang kejuaraan dunia bumerang di Negeri Kanguru. Sebuah foto di halamannya memperlihatkan seorang atlet dapat membelah apel yang diletakkan di atas kepalanya dengan sebuah bumerang yang melayang terbang kembali ke arah sang atlet tersebut. "Itu benar-benar memukau saya," katanya.
Bumerang bagi Budi Odenk--salah seorang anggota komunitas--memang seperti trik sulap. Anda melempar, kemudian bisa kembali lagi. Ulasan pertama kali tentang keajaiban bumerang ini dibahas oleh penulis anonim di sebuah majalah kampus di Universitas Dublin Irlandia pada 1838.
Selanjutnya, untuk waktu yang lama, para ilmuwan bingung terhadap sistematika bagaimana bumerang bisa berputar secara oval--sekitar 360 derajat--hingga kembali ke tangan sang pelempar. Baru pada 1975 ahli fisika Belanda Felix Hess berhasil menjelaskan seluk-beluk perilaku bumerang dalam bahasa yang mudah.
Dalam bukunya berjudul Boomerangs, Aerodynamics and Motion setebal 600 halaman, ia menulis tentang mengapa bumerang kembali kepada pelemparnya. Rahasianya adalah ada pada salah satu sayapnya, yang memang dibuat berbeda dari pasangannya. Bagian atas sayapnya ini dibuat melengkung menunjuk ke arah angin dan satunya lagi dibuat melengkung yang arahnya berlawanan. Inilah yang menyebabkan bumerang bisa kembali.
Dalam aktivitas sehari-hari atau bepergian, Endang selalu membawa beberapa koleksi bumerangnya. Salah satunya adalah jenis Little Impala yang terbuat dari semacam foam, bumerang wajib yang selalu ada di dalam tasnya.
Dari kegiatan melempar bumerang, melepaskannya dari genggaman, melihatnya membuat sebuah bentuk lintasan di langit, hingga kemudian kembali menangkapnya, “Bagi saya itu seperti sesuatu yang jika kita berikan dengan baik, berdampak baik bagi pihak yang kita beri, dan tentunya akan kembali baik juga bagi kita yang telah memberikannya," ujarnya.
Matahari telah tenggelam, sinar keemasan membias di sudut lapangan. Para pengunjung Transera pun sudah mengalir pulang. Beberapa bumerang masih dilesatkan ke angkasa, seperti burung membentuk formasi lingkaran, membelah langit. Snaap !!!
HERU TRIYONO
Berita lain:
Kaftan Rancangan Pengusaha Travel Memukau London
Perancang Busana Muslim Irna Mutiara Bimbing Siswa SMK Kudus
Tetap Modis dengan Hijab Syari