TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) membantah anggapan Kementerian Kesehatan yang mengatakan pihaknya salah mengenali residu klorin dioksida sebagai gas klorin di pembalut wanita. YLKI yakin mereka menemukan gas klorin yang menimbulkan dioksin.
"Kami temukan Cl2 (gas klorin)," kata anggota Pengurus Harian YLKI, Ilyani S. Andang, saat dihubungi pada Kamis, 9 Juli 2015.
Ilyani juga menegaskan tak akan melakukan konferensi pers ulang ataupun klarifikasi hasil temuan mereka. Saat ini yang penting adalah revisi Standar Nasional Indonesia (SNI) pembalut untuk memastikan standar keamanan. "Kalau tak ada standarnya, seorang menteri pun tak bisa memastikan aman," kata dia menegaskan.
YLKI juga memastikan akan mendesak Badan Standar Nasional (BSN) untuk memasukan kadar maksimum klorin ke SNI pembalut.
Kementerian Kesehatan memiliki pandangan lain terkait dengan hal ini. Gas klorin tak mungkin digunakan dalam proses pemutihan pembalut karena sudah dilarang. Pabrik pembalut dan pantyliners memang menggunakan klorin dioksida dalam proses pemutihan, yang juga menimbulkan residu. Namun, Food and Drug Association (FDA) memastikan residu ini tak berisiko.
Untuk itu, Kementerian Kesehatan meminta YLKI untuk mengklarifikasi temuan mereka, serta membuktikan ke publik kalau gas klorin memang terkandung sembilan merek pembalut dan tujuh merek pantyliners yang beredar di pasar Indonesia. Kementerian juga merasa tak perlu ada perubahan aturan ataupun penambahan standar, karena residu klorin dioksida bukan hal yang krusial.
URSULA FLORENE SONIA