TEMPO.CO, Jakarta - Di Yogyakarta banyak diselenggarakan seminar. Banyak pula seminar dengan iming-iming bisa berbisnis atau seminar soal bisnis. Tetapi kenyataannya para penyelenggara justru menjadikan seminar itu sebagai bisnis.
Iklan seminar yang mengundang daya tarik misalnya berbunyi "untung miliaran modal recehan", "banjir iklan dari internet", "cara mudah jadi pengusaha properti", dan lain-lain. Iklan itu banyak terpampang di baliho, selebaran hingga di media cetak maupun elektronik.
Baca juga:Perhatikan Ini, Sebelum Posting di Media Sosial
"Tidak ada yang salah dengan seminar, tetapi akhir-akhir ini seminar cenderung menjadi lahan bisnis yang awalnya seminar adalah bersifat sosial sebagai bentuk pengajaran akademis," kata Hanum Aryani, Bagian Pelayanan dan Investigasi Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat, 24 Februari 2017.
Ia menyatakan, bisnis seminar di Daerah Istimewa Yogyakarta tergolong laris. Satu materi seminar bisa diiklankan berkali-kali, karena masih banyak yang berminat soal suatu materi.
Permasalahan muncul ketika para peserta seminar yang membayar mahal tidak mendapatkan materi sesuai dengan yang diiklankan. Metode yang dipakai oleh penyelenggara adalah menjual tiket workshop untuk mengetahui secara lebih rinci tentang materi seminar yang disampaikan.
Ternyata, kata Hanum, peserta hanya mendapatkan materi awal, bukan materi inti dari apa yang diseminarkan. Peserta harus mengeluarkan uang lagi untuk mengetahui secara dalam soal suatu materi.
"Tentu di dalamnya ada trik marketing dengan permainan psikologis yaitu penawaran diskon dengan waktu terbatas, maka peserta harus cepat mengambil keputusan," kata dia.(Baca:Sarapan Anda Sudah Pas? Begini Cara Menghitungnya
Penyelenggaraan seminar berbayar bahkan dengan biaya tinggi yang tidak transparan melanggar etika usaha. Yaitu ketaatan hukum Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999 dan prinsip transparansi.
"Konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa," kata Hanum.
Seminar bisnis yang dibisniskan ini tidak hanya merugikan peserta. Tetapi juga merugikan penyelenggara atau event organizer yang mendapat dampak ketidakpercayaan di kemudian hari.
"Artinya tanggapan masyarakat terhadap seminar bisnis jadi negatif," kata dia.
MUH SYAIFULLAH
Baca juga:
Habiskan Dana Rp16,9 Triliun, Apa Itu Penyakit Katastropik ?