Pada 2006, ide untuk menambahkan kafe diwujudkan. Menunya tak heboh, hanya menu sajian dalam piring (platter) berisi kentang goreng dan nugget, dilengkapi saus dan mayones. Tersedia juga nasi dan mi goreng, lasagna, hotdog, chicken cordon blue, dan macaroni schotel dengan harga Rp 35–40 ribu per porsi.
Sayangnya, saat itu hanya seorang petugas yang berjaga. Jadi, cuma menu platter dan teh manis serta es cokelat yang tersedia. Jadilah dua menu itu yang kami pilih. Keberadaan kafe di Subtitles berfungsi sebagai tempat menunggu antrean kala enam buah studio mini yang dinamai para sutradara film indipenden itu penuh. Kafe juga menjadi tempat nongkrong selepas menonton.
Menurut Inna, menu makanan yang disajikan memang sederhana. Meski begitu, setiap hari selalu ada yang datang untuk menonton film. Tamu umumnya datang karena hendak menyaksikan film-film yang tidak ditayangkan di bioskop komersial. “Kebutuhan orang berbeda. Ditambah lagi film banyak menyuguhkan tayangan dengan pesan yang kian beragam,” Inna mengungkapkan.
Selain Subtitles, masih terletak di kawasan Jakarta Selatan, juga ada Pavilliun 28. Di tempat ini, bioskop mini berkapasitas 38–40 orang diletakkan di balik kafe. Konsep ruangannya asyik, memadukan gaya warung kopi ala Jawa plus dekorasi klasik. Misalnya, sebuah bidang yang ditempeli kaset, bidang lain yang dipasangi poster, dan di sudut lainnya dipajang piano, drum, serta Vespa. Pengunjung bisa makan terlebih dulu baru menonton atau sebaliknya. Bebas. Setiap Senin dan Rabu, Pavilliun 28 sering mengadakan nonton bareng.
Menu kafenya terdiri atas beberapa menu berat seperti nasi krengseng, soto, bakso, nasi goreng kambing, ketoprak, bubur kacang hijau, dan tahu pong. Ada pula beberapa jenis minuman dari jamu-jamuan, berbagai sajian teh, kopi, dan minuman hangat seperti bajigur, bandrek, atau STMJ.
Dari sekian jenis menu, kami memesan ketoprak dan bakso iga petogogan. Cita rasanya tak mengecewakan. Hanya, harganya lumayan mahal. Seporsi ketoprak di Pavilliun 28 setaraf dengan empat piring ketoprak di luar sana. Demikian pula dengan baksonya.
Meski punya ruang kafe yang cukup luas, Paviliun 28 tetap menjagokan bioskop mini yang bertarif Rp 800 ribu per dua jam. Pengunjung bisa memutar film dari koleksi yang tersedia, atau membawa film sendiri, asalkan bukan film bajakan. Tempat-tempat nongkrong semacam ini rupanya masih digemari. Kata Inna, selama masyarakat senang berkumpul, tempat kafe-bioskop akan selalu dicari. ***
AISHA SAHIDRA