TEMPO.CO, Makassar -Peragawati pertama mengenakan lipa’ sabbe sebagai bawahan. Disusul para peragawan yang mengenakan kain sabbe pada setiap potongan pakaiannya: bawahan, atasan, dan tutup kepala. Semuanya berbahan sabbe—dalam bahasa lokal berarti kain sutra. Warnanya berbeda-beda, tapi semuanya cerah. Kain bahan atasnya masih menampakkan kekhasan sarung sabbe.
“Glocal Art of Toto Supangat”, begitulah desainer ini memberikan slogan pada karya-karya yang meramaikan peragaan busana yang digelar oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar, di Hotel Aryaduta Makassar, Jumat pekan lalu. “Glocal” adalah singkatan dari global dan local.
Baca Juga:
Kali ini Toto menghadirkan konsep perpaduan warna-warni bahan sabbe pada busana-busana yang berciri internasional. Toto memang sering bermain dengan memadukan warna dalam setiap rancangannya. Kali ini ia mengajak bermain sabbe yang penuh warna.
Toto Supangat menggunakan kain sutra dari Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, ini. Pada beberapa busana, sabbe resmi masuk gaya baju sehari-hari. Seperti peragawan yang mengenakan baju dengan kerah dari sabbe. Baju itu masih dominan polos, berbahan kain kafeta. Meski sedikit, tambahan sabbe ini membuat pemakainya tampak lebih kece dan unik.
Tak semua terkesan santai, Toto juga menghadirkan koleksinya dalam bentuk setelan jas. Seperti jas dengan kain sabbe kotak-kotak merah-hitam yang diselipkan pada kain hitam atau putih.
Model baju kaum perempuan lebih bervariasi. Toto berhasil menyulap kain sabbe menjadi gaun malam. Terlihat pada gaun dengan bawahan rok selutut, sang desainer menggunakan sabbe berwarna merah dengan motif kembang hitam dan garis-garis hitam emas.