TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Perindustrian Saleh Husin mengapresiasi Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKP) Yogyakarta yang konsisten mengembangkan beragam pewarna alami. Langkah ini dinilai membantu pelaku industri memproduksi batik yang sesuai tren global 'kembali ke alam' dan ramah lingkungan.
"Balai Besar terus mencari dan mengembangkan pewarna alami. Ini sebuah kerja keras yang berdampak luas baik terhadap perajin batik, konsumen, dan lingkungan," kata Saleh dalam siaran persnya, Kamis, 17 September 2015.
Dia mengungkapkan itu saat berkunjung ke Balai Besar Kerajinan dan Batik di Yogyakarta pada Kamis pagi. Balai Besar Kerajinan dan Batik merupakan bagian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian.
Pewarna alami yang dikembangkan itu banyak menggunakan kulit dan serat kayu serta limbah industri perkebunan. Saleh berharap penerapan hasil penelitian semakin banyak digunakan melalui kemitraan dengan berbagai pihak, misalnya Pemda dan perusahaan yang memiliki program CSR. Balai Besar dapat bekerja dengan pihak-pihak tersebut untuk kelompok usaha dampingan.
Kepala BBKB Yogyakarta Zulmalizar mengungkapkan pihaknya memanfaatkan beragam kulit kayu seperti jambal, tingi, mahoni, dan jati. "Kami juga mengembangkan dari limbah cangkang kelapa sawit, kakao, rumput laut bahkan dari gulma," kata Zulmalizar. Hingga kini, tercatat 17 Pemda antara lain Kalimantan Selatan, NTT, NTB, dan Papua yang bermitra dengan BBKB dan beberapa perusahaan perkebunan.
Balai juga menggelar pelatihan produksi kepada pelaku usaha batik dan kerajinan sejak 2009 sebanyak 9.785 orang. Beberapa perguruan tinggi juga dilibatkan seperti UGM, UII dan UNS Surakarta. Di Yogyakarta, juga terdapat Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik. Selain meneliti dan mengembangkan, Balai Besar juga melakukan standardisasi, kalibrasi dan pengembangan kompetensi industri kulit, karet dan plastik.
AMIRULLAH