TEMPO.CO, Jakarta - Cendekiawan Dawam Rahardjo mengembuskan napas terakhir pada Rabu malam kemarin pukul 21.55 WIB di Rumah Sakit Islam, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Ia meninggal setelah menderita penyakit komplikasi, mulai diabetes, jantung, hingga stroke.
Saat diwawancarai Tempo pada 2011, Dawam Rahardjo sudah menderita diabetes. Ia pun sempat mengeluarkan jarum suntik dari dompet kecilnya, lalu menyuntikkan ke perutnya. Saat itu menjelang makan siang, seusai diskusi. “Ini senjata saya,” katanya bercanda dengan wajah yang segar saat itu. Baca: Heboh Dapur Mulan Jameela, Simak 5 Tips Bikin Dapur Lebih Menarik
Jarum suntik berisi insulin selalu menemani Dawam Rahardjo. Memang, menjadi penderita diabetes tak lantas membuat orang harus tampil berantakan layaknya orang sakit. Intinya adalah pengendalian yang tepat terhadap kondisi ini, termasuk diet makanan.
Menurut ahli penyakit dalam dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dokter Tri Juli Tarigan, suntikan insulin terbukti sangat efektif mengendalikan gula darah. Namun, karena banyak mitos seputar penggunaan suntik insulin ini, mau tak mau para dokter menganjurkan obat oral terlebih dulu bagi pengidap diabetes. Saat ini, di RSCM, yang menggunakan obat oral ada 47 persen, suntik insulin 30 persen, dan yang kombinasi ada 23 persen. “Padahal, setelah mengenal suntik insulin, gula darah saya jauh lebih terkontrol,” kata pendidik diabetes yang telah menderita diabetes selama 28 tahun dan tujuh tahun terakhir menggunakan insulin suntik, Epie Suryono. Baca: Belajar dari Kasus Dewi Perssik, Jangan Asal Sebut pada Istri
Menurut dokter Tri, ada banyak mitos yang berkembang di sekitar penggunaan jarum suntik untuk diabetes. “Sering kali ini disebut sebagai resistensi psikologis akan insulin,” ucapnya dalam peluncuran produk jarum suntik insulin terkecil sekaligus peringatan Hari Diabetes Sedunia di Jakarta, Senin lalu. Misalnya, takut jarum, takut menjadi hipoglikemi, takut disangka atau menyangka yang menggunakan jarum adalah pengguna narkoba, “Bahkan mengira bahwa menggunakan insulin suntik itu sudah hampir meninggal.”
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan 2007, prevalensi diabetes di Indonesia 5,7 persen atau sekitar 14 juta orang. Angka itu didapat dari kota-kota besar. Sebagian besar mereka tak menyadari mengidap penyakit itu. Diabetes terjadi ketika insulin, yang seharusnya menjadi corong masuknya zat gula ke sel-sel tubuh untuk diubah menjadi energi untuk tumbuh atau memperbaiki diri, rusak. “Karena rusaknya corong itulah maka sel kesulitan memperbaiki diri,” kata dokter spesialis diabetes, Dante Saksono Harbuwono. “Yang diukur adalah kadar gula dalam darah yang tak bisa masuk ke sel akibat rusaknya insulin.”
Insulin dikenal untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak sejak 1922. Sejak itu, insulin sudah dikembangkan dengan berbagai cara agar bisa masuk ke aliran darah dalam kondisi utuh. Ketika suntik menjadi satu-satunya cara paling efisien untuk memasukkan insulin ke tubuh, para ahli berpikir cara inilah yang paling nyaman dan aman. Insulin mestinya hanya beredar di lapisan subkutan atau lemak di bawah kulit. Sebab, ketika insulin masuk sampai ke otot, akan lebih cepat menyebar dan proses naik dan turunnya gula darah jadi terlalu cepat juga. Baca: Tetap Lapar Setelah Berbuka Puasa? Intip Siasat Mengatasinya
Lapisan dermis pada tubuh wanita umumnya hanya punya ketebalan 2-2,8 milimeter. Lalu subkutan berukuran 14-19 milimeter. Selepas dari itu adalah lapisan otot. “Jadi dibutuhkan jarum suntik yang cukup nyaman digunakan, tapi tidak sampai menembus ke otot,” kata Dante. Kini ada jarum insulin dengan panjang 4 milimeter dengan diameter 32 G (satuan diameter untuk suntikan), yang paling kecil di dunia, bahkan tak meninggalkan rasa sakit atau mengeluarkan darah.
Penggunaan jarum ini tetap dianjurkan untuk digunakan sekali pakai. Pemakaian berulang akan mengakibatkan mikrodebrasi yang mengakibatkan jarum tak lagi nyaman dipakai. “Karena ada gumpalan insulin sebelumnya yang mengkristal, ketika disuntikkan rasanya jadi perih,” Epie mengungkapkan. Jadi kini tak perlu takut lagi pada jarum. Asalkan penggunaannya tepat, bisa menjaga kesehatan dan tetap terus berkarya sampai akhir hayat.
KORAN TEMPO