TEMPO.CO, Jakarta - Komunikasi yang kurang intensif rentan menyebabkan terjadinya disfungsi komunikasi, baik antara ibu dan ayah atau pun antara orang tua dengan anak. Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Wisnu Widjanarko, mengingatkan pentingnya komunikasi keluarga dalam membentuk karakter anak.
"Komunikasi yang baik antaranggota keluarga akan menciptakan iklim rumah tangga yang positif sehingga anak merasa nyaman dan betah di rumah," katanya.
"Disfungsi komunikasi menjadikan kualitas rumah tangga menjadi rentan, sehingga kondisi rumah tangga menjadi kurang harmonis, iklim di rumah menjadi tidak nyaman, kebersamaan menjadi sesuatu yang sulit terjadi, dan anak bisa merasa tidak happy di rumah," ujarnya.
Karena itu, komunikasi keluarga menjadi penting, misalnya mau saling mendengar, saling memahami sudut pandang masing-masing, dan mau menerima perbedaan.
"Membangun komunikasi keluarga terlihat sederhana tapi tidak semudah membalik telapak tangan, harus menjadi pendengar yang baik dan saling memahami dan mengayomi," katanya.
Baca Juga:
Ilustrasi keluarga sibuk sendiri. Shutterstock.com
Ia menambahkan, dalam membangun komunikasi keluarga, orang tua harus memahami psikologis anak, tidak memaksakan kehendak tapi memberikan ruang dialog sehingga tercipta komunikasi yang mengayomi. Meski demikian, agar komunikasi orang tua dan anak berjalan efektif maka harus terlebih dulu memberikan contoh.
"Orang tua harus menjadi teladan dengan memberi contoh. Sulit rasanya mengajak berkomunikasi yang baik jika diri sendiri tidak melakukannya sehingga jangan jadikan anak sebagai korban keegoisan orang tua," katanya.
Dia juga mengatakan keluarga dengan intensitas komunikasi yang baik akan memberikan pengaruh signifikan pada tumbuh kembang anak.
"Anak akan tumbuh dan berkembang dengan bahagia, berkarakter baik, dan berani mengungkapkan pendapat serta mau mendengar dan penuh empati," jelasnya.