TEMPO.CO, Jakarta - Joko Widodo atau Jokowi dilantik sebagai Presiden periode 2019-2024 bersama wakil presiden Ma'ruf Amin oleh ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo di kompleks gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, pada Minggu, 20 Oktober 2019. Sebelumnya, dalam pembukaan acara pelantikan tersebut, kata sambutan pria yang akrab disapa Bamsoet ini sangat menarik perhatian.
Ia terlihat melontarkan pantun beberapa kali. Salah satunya saat rival Jokowi di pemilihan umum 2019, Prabowo Subianto, hadir.
Baca Juga:
“Dari Teuku Umar ke Kertanegara, dijamu nasi goreng oleh Ibu Mega. Meski Pak Prabowo tak jadi kepala negara, tapi masih bisa berkuda dan lapang dada,” katanya.
Menanggapi kelihaian berpantun Bamsoet, psikolog Merry Allnita mengatakan bahwa apa yang dilakukannya itu memiliki banyak makna. Pertama, dalam contoh pantun untuk Prabowo, Bamsoet terlihat menyampaikan sesuatu dengan cara yang unik.
“Secara tidak langsung Bamsoet membuktikan bahwa pantun bisa menyatukan walau ada makna tersirat,” katanya saat dihubungi Tempo.co pada Senin, 21 Oktober 2019.
Baca Juga:
Pantun yang disampaikan juga bisa digunakan sebagai bentuk intimasi antara Bamsoet dan para hadirin sebab dalam acara kenegaraan seperti pelantikan presiden, suasananya tentu tegang sehingga membuat orang tidak menyatu antara satu dan lainnya.
“Dengan membawakan pesan yang ringan, audiens jadi lebih rileks dan intim,” katanya.
Terakhir, pantun juga digunakan Bamsoet sebagai identitas diri. Merry mengatakan bahwa ini bukan kali pertama Bambang Soesatyo melontarkan pantun sehingga ini bisa dijadikan kesan untuk mengingat dirinya. “Jadi kalau ada pantun yang dilontarkan orang lain, ingatnya itu adalah ciri khas Bamsoet,” katanya.