TEMPO.CO, Jakarta - Stunting masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang banyak diderita oleh anak-anak di Indonesia. Adapun, pemerintah telah menargetkan penurunan angka stunting hingga 14 persen pada 2024. Namun, ini mungkin akan sulit tercapai dengan kondisi tengah fokus menangani pandemi Covid-19.
Agar target penurunan angka stunting nasional tetap tercapai, dibutuhkan modifikasi strategi kebijakan yang dapat diimplementasikan di tingkat daerah. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Damayanti Rusli Sjarif, menuturkan dalam mencegah terjadinya malnutrisi, deteksi dini seperti pemantauan pertumbuhan rutin di fasilitas kesehatan memiliki peran krusial.
“Kebijakan stay at home dan physical distancing menyulitkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu. Apabila tidak cepat dideteksi melalui pengukuran berat badan, panjang badan, hingga lingkar kepala, anak-anak bisa menderita malnutrisi kronis hingga menjadi stunting,” katanya dalam acara Webinar di Jakarta beberapa waktu lalu.
Damayanti menambahkan selain mempengaruhi otak, nutrisi pada awal kehidupan, seperti protein hewani, asam amino, zat besi, maupun seng, juga berpengaruh kepada daya tahan tubuh anak. Asupan yang tidak cukup dapat berpengaruh pada penurunan berat badan, weight faltering (kenaikan berat badan yang tidak sesuai kurva), kesulitan nafsu makan, hingga malnutrisi.
Pengamat dan aktivis kesehatan Tubagus Rachmat Sentika juga mengimbau perbaikan dari segi kurangnya infrastruktur regulasi di Kementerian Kesehatan dalam upaya penanganan masalah stunting secara menyeluruh. Menurutnya, meskipun Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan tentang Tatalaksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019, implementasinya masih belum berjalan dengan baik.
“Aturan tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa penanganan stunting harus dilakukan melalui surveilans dan penemuan kasus oleh Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan selanjutnya bila ditemukan gangguan gizi baik, gizi buruk, gizi kurang, kurus, alergi atau masalah medis lainnya harus diberikan Pangan Khusus Medis khusus (PKMK),” jelas Rachmat.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan bahwa kebijakan pencegahan stunting ini harus dikawal dan dilakukan mulai pusat sampai daerah melalui kebijakan yang jelas, terkoordinasi dan mudah diimplementasikan.
“Kebijakan yang ada harus dievaluasi dan kementerian melakukan terobosan kebijakan termasuk menyiapkan petunjuk teknis yang jelas misalnya mengenai Pangan Khusus Untuk Kebutuhan Medis Khusus (PKMK) yang terbukti mampu mengatasi stunting pada anak,” tegas Agus.
"Salah satu terobosan konkret yang diperlukan adalah pembuatan petunjuk teknis (juknis) tentang program pemberian PKMK yang sudah terbukti berhasil diterapkan," tuturnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah mengingatkan seluruh jajaran menteri terkait untuk tidak melupakan ancaman stunting dan penyakit lain yang juga mewabah di tengah masyarakat meski kini pemerintah masih fokus menangani pandemi virus corona. Hal itu ditegaskan Jokowi dalam Ratas Evaluasi Proyek Startegis Nasional untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Dampak Covid-19.
"Stunting atau gagal tumbuh merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Kita sudah membagi-bagikan biskuit untuk ibu hamil dan balita. Saya lihat itu belum cukup. Tidak cukup, perlu gerakan hidup sehat yang harus dimulai dari lingkungan tempat tumbuh kembang anak-anak menjadi sebuah lingkungan yang sehat," kata Jokowi.