TEMPO.CO, Jakarta - Seorang anak di Indonesia biasanya memiliki tanggung jawab finansial kepada orang tua saat dewasa. Tanggung jawab finansial tersebut akan tetap ada meskipun ia telah berkeluarga dan memiliki anak.
Begitu seterusnya. Rantai ini bernama Generasi Sandwich. Bagaimana cara agar generasi muda Indonesia tidak terjebak dalam rantai ini?
CEO dan pendiri Jouska Indonesia, Aakar Abyasa, mengatakan Generasi Sandwich adalah kondisi di mana orang berusia produktif dan telah berkeluarga harus juga menanggung keluarga besar dan ada keterikatan. Untuk itu, ada dua cara menghentikannya.
“Ada dua perlakuan yang bisa kita tempuh, yakni pertama secara kultur seperti tidak bantu orang tua itu durhaka, itu masih bisa didiskusikan secara logis. Kedua, misalnya ada ketidaksiapan finansial bisa diaktivasi apakah mama-papanya masih bisa ada income, apakah adiknya bisa di-manage cashflow-nya,” tuturnya.
Aakar menambahkan apabila permasalahan finasial yang dihadapi ada dua karakteristik, yakni pendapatan dan pengeluaran. Apabila yang menjadi permasalahan adalah pendapatan yang kurang, maka bisa dinaikkan pendapatannya, apabila pengeluaran, maka pengeluaran harus diatur agar tidak banyak yang tidak perlu.
“Di Amerika, 87 persen orang yang sudah pensiun itu terus bekerja sepanjang hidup. Jadi, ketika ada isu dengan income jadi bisa diaktivasi semua orang yang terlibat secara legal di pohon sandwich itu seperti earn more money misalnya dengan over time, part time. Kalau tidak bisa juga ya kencengin ikat pinggang,” paparnya.
Pertanyaan yang sering diajukan adalah bagaimana cara menaikkan finansial, terlebih di saat pandemi seperti ini?Jawabannya adalah keterampilan.
Aakar menuturkan bahwa apabila kita kesulitan dengan mencari tambahan lain berarti ada masalah dengan kemampuan. Kuncinya adalah untuk meningkatkan kemampuan seperti sekolah atau bisa belajar mandiri, “Investasi yang tidak pernah minus adalah investasi ke skill.”