TEMPO.CO, Jakarta - Para peneliti mengatakan tekanan emosional yang hebat selama pandemi virus corona berdampak buruk pada kesehatan jantung. Dari kegelisahan, masalah kesehatan terkait pandemi, dan perjuangan ekonomi, hingga kemarahan dan kesedihan atas pembunuhan polisi yang rasis, tingkat stres telah meningkat selama beberapa bulan terakhir.
Para ahli medis memperhatikan peningkatan sindrom patah hati selama karantina. Sindrom patah hati atau dikenal sebagai stres kardiomiopati atau kardiomiopati Takotsubo, bisa terasa seperti serangan jantung. Ditandai dengan berkeringat, mual, sesak napas, jantung berdebar, dan nyeri dada, sindrom patah hati tidak membunuh sel-sel jantung seperti halnya serangan jantung.
Dikutip dari Bustle, menurut Johns Hopkins Medical, lonjakan hormon stres seperti adrenalin membuat hati seperti tersengat. Stres kardiomiopati jarang berakibat fatal, tetapi masih merupakan masalah besar, dan pandemi ini bahkan membuatnya menjadi lebih umum.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Network Open, tingkat sindrom patah hati di antara pasien dengan kondisi jantung meningkat menjadi 7,8 persen, dibandingkan dengan 1,7 persen dari pasien yang didiagnosis dengan stres kardiomiopati sebelum pandemi. Para peneliti membandingkan jumlah diagnosis hampir 2.000 pasien sebelum dan selama pandemi.
Mereka menentukan di samping meningkatnya insiden jantung itu sendiri, rata-rata orang yang dirawat di rumah sakit karena stres kardiomiopati lebih lama daripada pada prapandemi. Tingkat kematian akibat sindrom patah hati belum meningkat selama pandemi.
Baca Juga:
Bila menggunakan obat-obatan, orang bisa pulih dari stres kardiomiopati tetapi muncul risiko kerusakan pada jantung. Menurut American College of Cardiology, tekanan finansial, trauma fisik, kekerasan, kesedihan, dan bentuk lain dari tekanan emosional yang ekstrem dapat memicu stres kardiomiopati.
Meskipun ada banyak peristiwa kehidupan yang penuh tekanan yang tidak dapat dikendalikan oleh individu, terutama selama pandemi, mengelola kesehatan mental dapat membantu mencegah kerusakan jantung, begitu menurut Asosiasi Jantung Amerika.
Jika Anda memiliki kondisi yang mendasari, seperti masalah kesehatan jantung sebelumnya atau diabetes, waspadalah terhadap kesehatan emosional dan jaga sistem kardiovaskular agar tidak kewalahan.
Berkonsultasi dengan tenaga kesehatan mental dan ahli jantung, serta menyusun rencana perawatan diri yang komprehensif dan berkelanjutan, dapat membantu melewati pandemi dengan kesehatan jantung yang baik.