TEMPO.CO, Yogyakarta - Indonesia memiliki kekayaan intelektual komunal atau KIK yang begitu banyak. Kekayaan intelektual komunal merupakan kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat kelompok. Bentuknya bisa berupa warisan budaya yang menjadi identitas suatu kelompok atau masyarakat.
Kategori kekayaan intelektual komunal antara lain pengetahuan tradisional, ekspresi budaya tradisional, sumber daya genetik, dan potensi indikasi geografis. Contohnya kesenian tradisional reog, kuliner rendang, berbagai macam kopi hasil bumi, dan sebagainya. Semua itu sebaiknya didaftarkan kepada pemerintah sebagai kekayaan intelektual komunal.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Harris mengatakan masih banyak kekayaan intelektual yang belum terdaftar. "Kekayaan kita hanya dipandang dari kehidupan sosialnya saja, baru repot nanti ketika ada negara lain yang mengklaim," kata Freddy Harris dalam diskusi virtual 'Unity in Diversity pada Selasa, 15 September 2020.
Freddy Haris membeberkan beberapa kekayaan intelektual Indonesia yang diserobot oleh negara lain. Di antaranya Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayange, dan Tari Pendet. Sebab itu, semua kekayaan inteletual komunal ini sebaiknya teregistrasi atau tercatat oleh pemerintah.
Di bidang pengobatan tradisional, Indonesia memiliki jamu. Beberapa waktu lalu, pemerintah mendapat laporan penggunaan tanaman asal Indonesia sebagai bahan baku komposisi dan bahan larutan kosmetik yang sempat didaftarkan patennya oleh sebuah perusahaan kosmetik Jepang kepada Japan Patent Office. Atase pertanian Inodnesia kemudian menginvestigasi kasus tersebut.
"Kita selalu cerita tentang proteksi atau perlindungan. Apa yang mau dilindungi jika tidak ada yang mendaftarkan sebagai kekayaan intelektual?" ucap Freddy Haris. "Kesadaran akan pendaftaran kekayaan intelektual menjadi penting. Tanpa ada pendaftaran, tidak ada perlindungan yang masif. Daftarkan dulu, lihat sisi komersialnya, baru perlindungannya."
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan Indonesia baru mencatat segelintir kekayaan intelektual. Pada survei 2018, terdapat 8.224 jenis kesenian dan 700-an pengetahuan tradisional. "Angka ini ibarat puncak dari gunung es. Di bawahnya masih banyak kekayaan intelektual yang kita punya," ucap dia.
Hilmar Farid mengatakan ada tiga faktor penunjang promosi kekayaan intelektual komunal. Tiga faktor itu adalah media, pendidikan, dan fokus. "Kita tidak bisa berbicara secara efektif apabila tidak ada media. Pendidikan penting untuk diajarkan dari awal," katanya. "Fokus, problemnya kita terlalu kaya sehingga tidak tahu mana yang mau diangkat."
Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM, Dede Mia Yusanti, mengatakan hak kekayaan intelektual atau paten dapat diajukan oleh inventor, perusahaan, maupun organisasi. "Kita punya kewajiban untuk melestarikan budaya. Jangan sampai punah atau hilang," katanya.
Dede Mia melanjutkan, pencatatan menjadi penting karena merupakan salah satu bukti kepemilikan. Meski begitu, dia berharap potensinya tak hanya berhenti pada pencatatan dan pelestarian, melainkan terus ke pemanfaatan dan pengembangannya hingga bermanfaat untuk perekonomian masyarakat.