TEMPO.CO, Jakarta - Dimulai dari kegalauan Maudy Ayunda ketika diterima dua Universitas ternama di dunia seperti Stanford dan Harvard saat akan melanjutkan program masternya. Juga, Presiden Jokowi yang merekrut para milenial sebagai staf khusus, termasuk Putri Tanjung, anak pengusaha Chairul tanjung, banyak menuai komentar dari masyarakat di media sosial terkait privilege yang mereka terima, baik dari orang tua ataupun koleganya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, menyebutkan kata privilege diserap dari Bahasa Inggris menjadi privilege yang memiliki arti hak istimewa. Makna hak istimewa yang tidak memiliki batasan, dalam perkembangannya sering diartikan sebagai hak istimewa yang cuma didapatkan bila seseorang terlahir dari keluarga yang kaya dan memiliki akses lebih untuk mengembangkan segala potensi dirinya.
Walaupun bentuk privilege bermacam-macam, tidak sedikit masyarakat yang menganggap bahwa fasilitas yang diberikan ketika seseorang menerima privilege yaitu mendapat jaminan hidup yang lebih baik seperti keluarga yang mapan, memiliki akses pendidikan bahkan hingga ke luar negeri, atau jaminan kesehatan yang memadai.
Menurut antropolog Amerika pada pertengahan abad ke-20, Ralph Linton, manusia terlahir dengan 2 status yaitu, assigned status dan ascribed status. Assigned status merupakan status yang dimiliki seseorang karena terlahir dari golongan tertentu, contohnya anak yang lahir dari golongan konglomerat. Sedangkan ascribed status merupakan kondisi status manusia yang didapatkan melalui usaha sendiri tanpa ada hubungannya dengan status yang dimiliki.
Dengan kedua jenis status yang dimiliki manusia menurut Ralph, dapat dimengerti bahwa assigned merupakan kondisi seseorang yang menerima privilege. Namun Ralph tak menyangkal bahwa setiap orang bisa memiliki status sosialnya dari kedua kondisi tersebut.
Tanpa harus “mengerdilkan” istilah dari privilege itu sendiri, seseorang yang hidup serta tumbuh di keluarga dengan latar belakang apapun dan menerima perlakuan hidup yang layak dari orang tuapun sudah termasuk dalam privilege. Hal mudahnya, sudah bisa sekolah, mendapatkan fasilitas listrik, internet, dan sudah bisa menggunakan smartphone juga termasuk kedalam privilege.
Hal ini dapat dilihat dari kasus pemiliki akun Twitter @Cilorconnoistre yang merespon cuitan dari akun @hrdbacot yang mengatakan, “Kata temen yg ngantornya di daerah segitiga emas Jakarta, buat perantauan single, biaya hidup layak minimal adlh 7jtan, itu dihitung dari biaya pengeluaran pokok, so gajinya minimal segitu untk daerah itu.”
“Gue seumur-umur kerja selalu di segitiga emas, blm pernah dapet gaji nyampe 7jt dari kantor, tp selalu bisa nabung 1/2 gaji karena: TIDAK NGE-KOS/MERANTAU. Serius dah, bisa kerja tanpa kos/ngerantau tuh privilege bgt buat gue, terutama krn ga harus keluar duit buat MAKAN,” ungkap pemilik akun @Cilorconnoistre.
Privilege tidak melulu menyoal akses fasilitas mewah ataupun duit yang banyak, sebab semuanya perkara kerelatifan dan cukup kompleks. Selain bentuk privilege dari segi harta kekayaan, ada juga yang disebut sebagai white privilege. Hadirnya istilah ini tidak lepas dari produk yang dihasikan oleh white supremacy. White privilege merupakan hak istimewa yang diterima oleh orang kulit putih. Dengan keistimewaan tersebut membuat mereka mudah mendapatkan apapun tanpa usaha yang lebih.
Kondisi ini juga memiliki pengaruh negatif untuk orang-orang yang tidak terlahir dengan kondisi kulit putih seperti orang Asia, Afrika, dan beberapa orang Amerika Latin. Salah satu dampaknya adalah politik apartheid yang pernah terjadi di Afrika Selatan.
Tidak heran jika privilege menjadi kompleks karena di sana mencakup ketidakadilan kelas sosial, usia, disabilitas, etnik dan kategori ras, ketidakadilan gender, orientasi seksual, bahkan agama. Sedangkan untuk kerelatifan, apa yang dianggap istimewa di Indonesia belum tentu akan sama dengan di negara-negara lainnya.
GERIN RIO PRANATA
Baca: Jadi Staf Khusus Gracia Billy: Saya Bukan Anak dengan Privilege