TEMPO.CO, Jakarta - Berat badan seseorang berkaitan dengan kecenderungan tingkat stres. Efek stres mendorong terjadinya perubahan pola mengonsumsi makanan dan penyaluran jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel lipid atau lemak (adiposa).
Laporan ilmiah Effect of Chronic Stress on Obesity menjelaskan, stres cenderung mengubah keinginan makan, karena adanya hubungan sistem saraf simpatik (sistem yang bekerja di luar kesadaran tubuh). Hal yang juga mempengaruhi aktivitas berlebihan sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal, bagian dari sistem neuroendokrin bereaksi terhadap stres dengan kelebihan lemak tubuh. Peningkatan kadar insulin mempengaruhi kenaikan berat badan seseorang yang sering stres.
Mengutip WebMD, kondisi tubuh yang stres mengalami kenaikan hormon kortisol. Itu sebabnya kadar insulin menjadi lebih tinggi. Ketika gula darah turun, maka timbul keinginan mengonsumsi makanan manis dan berlemak.
Kenaikan berat badan seseorang karena gangguan stres bisa berlanjut mengganggu kesehatan. Mengutip Healthline, berbagai risikonya antara lain seperti depresi, tekanan darah tinggi, insomnia, kecemasan dan obesitas.
Kondisi stres yang memicu kenaikan berat badan perlu dikontrol, supaya tak menganggu kesehatan. Aktivitas untuk mencegah risiko itu dengan cara berolahraga. Latihan yang mengelola pernapasan juga baik untuk mengurangi risiko stres, misalnya yoga dan senam (tai chi), seperti dikutip dari WebMD.
TIKA AYU