TEMPO.CO, Jakarta - Orang tua dan guru bimbingan dan konseling (BK) perlu berkolaborasi memantau risiko kecanduan gawai pada remaja, termasuk saat pandemi COVID-19, menurut Widyaiswara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Ana Susanti.
"Guru BK harus bekerja sama dengan orang tua mengenali tanda dan gejala awal yang mengarah atau berisiko tinggi kecanduan. Kemudian, guru BK perlu melakukan intervensi yang diperlukan untuk mencegah atau menemukan dampak merugikan dari penggunaan smartphone," ujarnya.
Baca juga:
Gawai sebenarnya tak selalu berdampak buruk pada remaja. Hal ini salah satunya ditunjukkan survei dilakukan Gregorio Serra dari Unit Pediatrik di kampus Universitas Bio-Medico, Roma, Italia, pada Juli 2021, mengenai seberapa sering ponsel digunakan anak dan remaja selama pandemi COVID-19. Survei yang melibatkan sekitar 5.000 orang berusia 14-18 tahun itu memperlihatkan adanya perubahan tujuan penggunaan ponsel di kalangan remaja, yakni pada koneksi manusia, pembelajaran, dan hiburan.
Survei menunjukkan penggunaan ponsel memberikan dukungan psikologis dan sosial selama pandemi COVID-19 sebagai akibat tindakan pengendalian infeksi virus. Tetapi, di sisi lain gawai memberikan dampak negatif, yakni peningkatan signifikan penggunaan berlebihan dan kecanduan. Sebelum pandemi, risiko mengalami kecanduan lebih tinggi tetapi setelah pandemi risikonya lebih rendah.
Menurut Ana, khusus dalam menanggulangi kecanduan anak pada gawai, ada sebuah teknik yang dinamakan Emotional Freedom Techniques (EFT). Merujuk Healthline, EFT termasuk pengobatan alternatif untuk mengatasi rasa sakit fisik dan tekanan emosional. Pengguna teknik ini meyakini mengetuk tubuh dapat menciptakan keseimbangan dalam sistem energi dan mengobati rasa sakit.
Baca juga:
Menurut pengembangnya, Gary Craig, gangguan energi menjadi penyebab semua emosi dan rasa sakit negatif. Meski masih diteliti, EFT telah digunakan untuk mengobati orang dengan kecemasan dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
"Kami melayani untuk menanggulangi anak-anak yang kecanduan ini dengan menggunakan Emotional Freedom Techniques. Sebagian berhasil, sebagian lagi masih berproses. Untuk bisa melakukan intervensi, mempertahankan perkembangan fisik dan psikologis yang memadai, serta hubungan sosial yang sehat," jelas Ana.
Lebih lanjut terkait kolaborasi, dia mengatakan ada beberapa identifikasi yang harus dilakukan guru BK bersama orang tua, yaitu memilih anak-anak yang memiliki fokus dalam penanganan masalah kecanduan lebih cepat.
"Itu yang dilakukan lebih dalam terkait bagaimana melakukan asesmen anak-anak yang perlu mendapatkan bantuan di lapangan," tutur pendiri Rumah Guru BK itu.
Baca juga: Tips Batasi Gawai pada Anak