TEMPO Interaktif, Jakarta: Rumah atau bahkan kantor bagi kebanyakan orang adalah tempat yang paling aman. Jauh dari serbuan polusi kendaraan, terlindung dari guyuran hujan atau sinar mentari nan terik. Namun, tidak demikian dengan Tari, karyawati sebuah instansi pemerintah. "Kalau sampai kantor, aku sering bersin-bersin. Padahal dari rumah sehat-sehat saja," ujarnya.
Kondisi "tidak sehat" pun dirasakan Lina, teman sekantor Tari. "Kalau gue, mata sering pedih, padahal baru sebentar mantengin komputer," ujarnya. Dr Budi Haryanto, PhD, Msc dari Forum Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengatakan yang dialami Tari dan Lina bisa jadi salah satu gejala sick building syndrome (SBS), yakni suatu gangguan kesehatan akibat radikal bebas yang ada di dalam gedung. Biasanya SBS terjadi lantaran kualitas udara dalam ruangan bermesin pendingin udara itu cukup rendah.
Budi menambahkan, selain disebabkan oleh tercemarnya udara dalam ruang oleh bahan kimia, sick building syndrome bisa disebabkan oleh polutan yang mencemari udara, seperti asap rokok, ozon dari mesin fotokopi dan printer, serta perabotan cat dan bahan pembersih yang ada dalam ruangan lain.
Beberapa gejala yang dirasakan biasanya sakit kepala, iritasi mata, badan cepat lelah, perut terasa kembung, hidung berair, hingga berkurangnya kemampuan konsentrasi. "Sering kita tidak tahu bahwa partikel-partikel yang kita hirup itu senyawa organik yang berbahaya," kata Budi dalam diskusi bertema "Waspada Sick Building Syndrome" di Jakarta beberapa waktu lalu.
Bahkan, menurut hasil penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat UI pada 2008 terhadap 350 orang karyawan dari 18 perusahaan di wilayah DKI, 50 persen pekerja kantor menderita SBS akibat sering terpapar radikal bebas. "Jadi jangan beranggapan di dalam kantor aman. Radikal bebas ada saat Anda berada di kantor," ia menjelaskan.
Baca Juga:
Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan dan memiliki sifat tidak stabil karena kandungan energinya banyak. Alhasil, energi yang berlebihan akan bereaksi dengan sel-sel tubuh yang dapat mengakibatkan sel rusak atau berubah karakter. Problemnya, radikal bebas ini paling berbahaya dan berpotensi menjadi sel kanker.
Dr Handy Purnama, Medical Marketing Manager Bayer Healthcare Consumer Care, mengatakan radikal bebas dengan jumlah yang masih terkendali saat masuk ke dalam tubuh akan berfungsi menghancurkan mikroba-mirkoba yang merugikan dalam tubuh. Namun, jika yang masuk terlampau banyak, akan menekan sistem imun. "Radikal bebas itu bagaikan janda muda cantik yang merusak rumah tangga orang," ujar Handy.
Bahkan data dari Badan Kesehatan Dunia mengungkapkan setiap tahun sekitar 3 juta orang meninggal akibat radikal bebas yang bersumber dari polusi udara. Masalahnya, Jakarta merupakan kota ketiga dengan tingkat polusi tertinggi setelah Meksiko dan Bangkok.
Budi menyebutkan, radikal bebas biasanya muncul akibat hasil sampingan dari proses oksidasi dan pembakaran sel yang berlangsung saat bernapas, metabolisme sel, dan olahraga yang berlebihan. "Dan tentunya juga karena polusi lingkungan, seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, bahan pencemar, dan radiasi matahari atau radiasi kosmis," dokter yang aktif dalam Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia ini memaparkan.
Agar tubuh tetap fit dan terhindar dari radikal bebas, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Misalnya, menerapkan pola makan sehat dan cukup gizi, berolahraga secara rutin serta mengkonsumsi vitamin, seperti vitamin C, vitamin E, zinc, dan selenium. Selain itu, makanan yang mengandung antioksidan, yang diyakini dapat memutus rantai reaksi untuk mencegah kerusakan akibat radikal bebas.
Efek Sindrom Jangka Panjang
1. Penyakit seperti gangguan pernapasan, radang paru, jantung, dan penyakit kronis akibat pencemaran udara.
2. Gagal ginjal, gangguan sistem reproduksi, sistem saraf, kematian prematur, penurunan usia harapan hidup. lSumber Radikal Bebas
1. Radiasi sinar UV.
2. Proses metabolisme.
3. Radiasi ion.
4. Asap rokok.
5. Polusi udara dan kendaraan bermotor.
S IKA SARI