TEMPO.CO, Jakarta - Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai angka gangguan pendengaran dan ketulian pada 2000 menunjukkan terdapat 250 juta (4,2 persen) penduduk dunia yang menderita gangguan pendengaran dan lebih kurang setengahnya (75-140 juta) di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian 4,6 persen. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Tjandra Yoga Aditama, membagi tips menjaga kesehatan pendengaran dengan menerapkan prinsip 60:60.
Ia menjelaskan mengenai tips itu, yakni dengarkan musik dan hiburan lain dengan earphone atau headset dengan volume maksimal 60 persen. Kemudian, setiap 60 menit mendengarkan musik dan lainnya sempatkan untuk beristirahat selama beberapa menit, jangan sampai berjam-jam tanpa istirahat. Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu menyoroti tingginya angka gangguan pendengaran dan ketulian di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Tampaknya termasuk Indonesia, angka ini meningkat terus," kata Tjandra yang mengikuti kegiatan Komite Pusat Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT) untuk menunjang tercapainya tujuan "Sound Hearing 2030: The Right To be Better Hearing" yang dicanangkan WHO, dengan menanggulangi gangguan pendengaran dan ketulian di kawasan Gadog, Jawa Barat.
Gangguan pendengaran
Menurut WHO, orang dikatakan mengalami gangguan pendengaran saat tidak dapat mendengar sebaik orang dengan pendengaran normal, yakni ambang pendengaran 20 dB atau lebih baik pada kedua telinga. Gangguan pendengaran mungkin dapat terjadi dengan derajat ringan, sedang, berat, atau mendalam.
Kondisi ini dapat mempengaruhi satu atau kedua telinga dan menyebabkan kesulitan dalam mendengar percakapan atau suara keras. Sementara sulit mendengar mengacu pada orang dengan gangguan pendengaran mulai dari ringan hingga berat.
Orang dengan gangguan pendengaran biasanya berkomunikasi melalui bahasa lisan dan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar, implan koklea, dan alat bantu lain serta teks. Di sisi lain, pada penderita tuli kebanyakan mengalami gangguan pendengaran parah, yang berarti sangat sedikit atau tidak ada pendengaran sama sekali. Mereka sering menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Baca juga: Otomikosis, Jenis Jamur Apa yang Menginfeksi Telinga?