TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis gizi klinik konsultan nutrisi pada kelainan metabolisme gizi, Ida Gunawan, mengatakan orang kerap mengabaikan komposisi kalori dalam pemenuhan gizi harian, khususnya saat menyantap camilan. Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik DKI Jakarta itu berpendapat orang sering menganggap camilan dalam bentuk kecil mengandung kalori yang juga kecil. Begitu juga dengan minuman ringan, yang dipandang memiliki sedikit kalori.
"Tetapi, faktanya sering sekali snack yang di pasaran, yang mungil, rasanya enak, manis, kandungan kalorinya cukup besar," kata dokter di RS Pondok Indah - Puri Indah, Jakarta, itu.
Selain jumlah kalori, komposisi atau jenis makanan juga menjadi hal yang kerap diabaikan. Menurutnya, sebagian masyarakat berpandangan pemenuhan karbohidrat hanya dari nasi sehingga sering kali menyantapnya dalam jumlah berlebihan. Masyarakat Indonesia juga sering berpikir belum mengonsumsi karbohidrat bila belum menyantap nasi. Sumber karbohidrat sebenarnya tidak selalu nasi, bisa juga kentang, ubi, jagung, talas, sereal, dan roti.
"Padahal, saat itu dia sedang makan french fries misalnya. Kemudian camilannya singkong goreng, snack-nya kentang dan sebagainya. Padahal semua itu komposisi karbohidrat," tutur Ida.
Demikian juga dengan protein. Menurut Ida, orang-orang selalu berpikir protein identik dengan telur atau daging. Padahal, selain dari sumber hewani, juga ada di nabati seperti tahu, tempe, maupun kacang-kacangan.
"Kalau kita sudah mengonsumsi dari daging artinya kita sudah mendapatkan sumber protein hewani. Maka kita juga harus mendapatkan sumber protein nabati," tuturnya.
Sumber nabati
Sumber nabati tak semata tahu dan tempe, tetapi juga termasuk kacang-kacangan lain dan ini banyak dalam makanan Indonesia seperti gado-gado. Saat menyantap gado-gado, artinya orang sudah mendapatkan protein nabati dari bumbu kacang.
Lebih lanjut terkait lemak, yang sering dianggap identik dengan makanan yang digoreng. Ida mengatakan lemak juga banyak dalam makanan-makanan lain yang dikenal sebagai lemak tersembunyi. Contohnya kue kring, mentega di dalamnya merupakan unsur lemak.
"Atau pada daging-daging, terutama daging merah atau kulitnya, kulit ayam, dan sebagainya, di situ juga ada kandungan lemak," kata Ida.
Dia juga mengingatkan vitamin dan mineral yang sering hilang atau berkurang jumlahnya karena pengolahan makanan. Buah tertentu misalnya, kaya kandungan vitamin C dalam kondisi utuh. Tetapi begitu, diubah menjadi jus hanya diambil cairannya atau hanya memikirkan jumlah serat dengan pengolahan yang begitu halus, maka kandungan vitamin dan serat kadang-kadang sudah berkurang jumlahnya.
"Seringkali kita berpikir yang penting sudah cukup makan sayur dan buah, artinya kebutuhan vitamin dan mineral tercukupi. Padahal, kita sering lupa vitamin dan mineral itu seringkali hilang atau berkurang jumlahnya karena pengolahan yang kita lakukan," jelas Ida.
Vitamin merupakan zat organik dalam jumlah kecil dalam bahan makanan alami dan termasuk nutrisi penting untuk tubuh. Ada 13 vitamin esensial, yakni vitamin A, C, D, E, K, dan vitamin B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, B6, B12, dan folat) dengan tugas yang berbeda untuk membantu menjaga tubuh bekerja dengan baik.
Berikutnya, mengenai jadwal makan. Sebagian orang menganggap makan dua kali sehari cukup, misalnya pukul 10.00 lalu saat pulang kerja. Menurut Ida, ini tidak cukup baik untuk kesehatan. Dia menyarankan orang membagi waktu dan makan secara teratur kira-kira setiap tiga jam sekali yang dimulai dari sarapan, tiga jam kemudian diselingi camilan, lalu makan siang, camilan, kemudian makan malam. Tujuannya agar tidak terjadi lonjakan kalori yang demikian besar.
Saat mengonsumsi kalori dalam jumlah besar dengan komposisi karbohidrat yang demikian besar, otomatis tubuh juga akan meregulasi dengan enzim-enzim yang harus dikeluarkan, sekaligus dalam jumlah yang cukup besar.
Baca juga: Makan Setelah atau Sebelum Olahraga Pagi? Berikut Tip Konsumsi Makanan untuk Berolahraga Pagi