TEMPO.CO, Jakarta - Obesitas dapat dialami segala usia. Obesitas juga salah satu penyakit degeneratif yang kini banyak dialami usia anak dan remaja. Ahli gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Dian Kusuma Dewi, menjelaskan beberapa hal yang menjadi penyebab obesitas.
"Pandemi, belajar dari rumah, dan godaan pemesanan makanan melalui online, membuat generasi rebahan cenderung malas gerak namun rajin ngemil. Akibatnya, kerap terlihat orang-orang yang kelebihan berat badan," kata Dian.
Menurut staf pengajar pada Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI itu, obesitas adalah saat orang mengalami ketidakseimbangan antara kalori yang masuk dengan keluar. Saat terjadi ketidakseimbangan dan akhirnya menumpuk, maka orang dapat mengalami kelebihan berat badan yang akhirnya berujung pada obesitas.
“Sebetulnya tidak semata-mata seseorang langsung mengalami obesitas. Pada prosesnya akan diawali dengan kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan yang tidak tertangani dengan baik dapat naik menjadi kategori obesitas kelas 1. Obesitas kelas 1 yang belum tertangani juga maka orang tersebut dapat masuk menjadi obesitas kelas 2,” ujar Dian.
Bukan karena makan banyak
Menurut pengurus Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) itu, makan banyak tidak selalu menjadi penyebab obesitas. Justru, pada beberapa kasus ditemukan asupan makanan yang masuk dalam tubuh kurang dari kebutuhannya namun jenis yang dipilih dan jadwal makan yang salah sering jadi penyebab.
Selain itu, pola tidur yang kurang seimbang juga dapat menjadi pemicu pada beberapa kasus obesitas. Pola tidur atau istirahat yang kurang akan berpengaruh terhadap ketidakseimbangan hormon dan ini banyak dialami remaja.
Pada masa tersebut, emosi remaja belum stabil dan sedang memasuki masa pencarian jatidiri menuju dewasa. Belum lagi kemajuan teknologi saat ini juga cukup mendorong orang mengalami obesitas, mulai dari begitu mudahnya memesan makanan melalui aplikasi hingga melakukan kegiatan tanpa harus bertatap muka yang turut mengurangi aktivitas fisik.
Orang yang terbiasa lari pagi, main basket, atau olahraga lain menjadi takut melakukannya saat awal pandemi karena memang pemerintah memberlakukan aturan yang membatasi aktivitas masyarakat. Selain kenaikan berat badan, obesitas akan berdampak pada tubuh mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, seperti diabetes, gangguan jantung, paru, hati, dan berbagai penyakit lain.
Di sisi lain, obesitas pada remaja juga dapat menyebabkan depresi karena rasa malu, bahkan ada yang mengalami perundungan melalui body shamming. Saat depresi, mereka akan mengalami penurunan rasa percaya diri dan merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu yang berujung pada penurunan prestasi belajar.
Pilihan Editor: Inilah Hubungan Obesitas dan Rendahnya Kandungan Vitamin D dalam Tubuh