TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Ditjen Farmalkes Kementerian Kesehatan Agusdini Banun Saptaningsih menyampaikan agar dokter tak perlu ragu meresepkan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) ke pasien. Peresepan OMAI fitofarmaka untuk pasien harus merujuk pada Formularium Fitofarmaka. "Pada Mei 2022, Wakil Menteri Kesehatan dan Sekjen Kemenkes merilis formularium fitofarmaka,” kata Agusdini dalam keterangan pers pada 11 Maret 2023.
Agusdini menambahkan bahwa pembiayaannya bisa menggunakan dana kapitasi JKN kemudian menggunakan Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum. “Fitofarmaka juga sudah masuk dalam katalog elektronik pemerintah," kata Agusdini.
"Banyak dokter yang belum paham cara menggunakan fitofarmaka. Untuk itu, beberapa waktu lalu Kemenkes sudah bertemu dengan sejumlah Fakultas Kedokteran, Kemdikbudristek, dan Konsil Kedokteran Indonesia agar kurikulum obat tradisional di seluruh Indonesia diseragamkan," kata Agusdini yang sedikit sedih karena baru 22 item yang mempunyai izin edar fitofarmaka.
Ketua Umum IDI Adib Khumaidi di sela Seminar Series Fitofarmaka/Dexa Medica
OMAI di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok yakni jamu yang berbasis empiris, Obat Herbal Terstandar (OHT) yang sudah melalui proses uji pra-klinik, dan fitofarmaka yang sudah melalui uji pra-klinik dan juga uji klinik. Fitofarmaka atau obat dari bahan alam yang telah teruji klinis dapat menjadi kunci utama kemandirian farmasi nasional, namun masih belum banyak dokter yang meresepkannya kepada pasien.
Ketum PB Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi juga mengamini bahwa banyak sejawat dokter yang belum mengenal fitofarmaka. Karena itu, kata Adib, timnya siap melakukan sosialisasi secara masif mengenai fitofarmaka ke dokter di seluruh Indonesia. “IDI siap membantu kaitannya dengan riset, sosialisasi dan punya komitmen untuk mendorong ketahanan kemandirian kesehatan,” ujar kata Adib.
Menurut Adib, penting sekali adanya dukungan dokter Indonesia. Bila sudah teruji klinis, maka seharusnya sudah bisa diresepkan. ‘Kalau sudah diresepkan, maka seharusnya dapat masuk fornas BPJS Kesehatan," kata Adib Khumaidi.
Ketua Umum Perkumpulan Disiplin Herbal Medik Indonesia (PDHMI Slamet Sudi Santoso, M.Pd.Ked mengatakan pengembangan fitofarmaka sangat besar potensinya. Saat ini pun, kata Slamet, sudah banyak regulasi yang mendukung pengembangan Fitofarmaka.
“Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 Pasal 3 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan tradisional dengan memberikan kepastian hukum bagi pengguna dari pemberi pelayanan kesehatan tradisional,” kata Slamet.
Obat tradisional dalam regulasi di Indonesia merujuk pada obat-obatan dari bahan alam. Padahal pengembangan obat berbahan alam saat ini sudah dilakukan dengan teknologi modern. “PT Dexa Medica sudah mengembangkan Obat Modern Asli Indonesia,” kata Slamet.
Director of Research and Business Development Dexa Group, Prof Raymond mengatakan obat berbahan alam harus memiliki standar dan teruji baik secara klinis maupun pra-klinis. Dexa Group, kata Raymond, telah menerapkan teknologi modern dalam pengembangan OMAI. "Kita harus memastikan aspek keamanan OMAI. Badan POM sudah memiliki pharmacovigillance sehingga bisa memonitor aspek keamanan dari OMAI," kata Raymond.
Raymond kemudian mengambil contoh produk OMAI Redacid yang mampu membantu mengatasi masalah lambung. Redacid juga masuk dalam Formularium Fitofarmaka yang diluncurkan Kementerian Kesehatan pada tahun 2022.
Pilihan Editor: DPR Dukung OMAI Fitofarmaka Masuk Formularium Nasional JKN
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.