Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

3 Alasan Penyakit Tuberkulosis Sukar Diberantas

image-gnews
Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Iklan

TEMPO.CO, Malang - Salah satu gangguan kesehatan yang banyak terjadi dan erat kaitannya dengan pernapasan adalah tuberkulosis. Nama penyakit ini biasa disingkat dengan TB maupun TBC. 

Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini sering menginfeksi paru-paru, serta dapat juga menyerang tulang, kelenjar, dan kulit. Tuberkulosis merupakan penyakit menular. Penularan tuberkulosis bisa terjadi melalui droplet (percikan air di udara) yang dikeluarkan penderita TBC aktif saat bersin, batuk, berbicara, bernyanyi, atau tertawa. 

Tuberkulosis masih jadi satu dari sepuluh penyakit penyebab utama kematian di dunia. Secara global, Indonesia pun masih merupakan salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia dan masih bertahan dalam kelompok tiga besar negara dengan jumlah penderita tuberkulosis terbanyak setelah India dan Cina. 

Angka penderita tuberkulosis di Indonesia cenderung naik dalam tiga tahun terakhir. Pada 2020, data TBC di Indonesia menunjukkan mayoritas (67 persen) penderita tuberkulosis berusia produktif (15-54 tahun) dan 9 persen lagi adalah penderita berusia kurang dari 15 tahun alias masih anak-anak. Mengacu pada WHO Global TB Report 2020, sebanyak 10 juta orang di dunia menderita TBC dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya. 

Pada 2020 di Indonesia, diperkirakan sebanyak 845 ribu orang menderita TBC dan 98 ribu orang di antaranya meninggal. Diperkirakan dalam satu jam, terdapat 11 kematian akibat TBC.

Mengacu data WHO Global Tuberculosis (TB) Report 2021, Indonesia berada di posisi ketiga (8,4 persen) di bawah Cina (8,5 persen) dan India (26 persen). Di bawah Indonesia ada Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. 

Estimasi temuan kasus TBC pada 2021 sebanyak 824 ribu atau setara 301/100.000 penduduk, dengan angka kematian atau mortalitas 93 ribu orang per tahun.

Namun, pada 2022 menurut data yang sama, Indonesia menempati peringkat kedua (9,2 persen) di bawah India (28 persen). Sedangkan Cina turun ke posisi ketiga dengan angka 7,4 persen. Estimasi temuan kasus TBC di Indonesia sebanyak 969 ribu atau setara 354 per 100 ribu penduduk, dengan angka kematian 144 ribu orang. 

“Bila kita persempit skopnya di Kota Malang, temuan kasus TB-nya 60 persen atau masih di bawah standar Program Nasional Penanggulangan TBC yang 70 persen dan angka keberhasilan penyembuhannya berkisar 77 persen atau masih di bawah standar 90 persen,” kata Rully Narulita, Kepala Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (YABHYSA) Peduli TBC Kota Malang, Sabtu, 25 Maret 2023. 

Karena itu, kata Ruly Narulita, penanggulangan tuberkulosis harus dilaksanakan secara terpadu, komprehensif dan berkesinambungan dengan melibatkan banyak pihak baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat. 

Ruly Narulita dan kawan-kawan sudah aktif membantu pemerintah menanggulangi penyakit tuberkulosis sejak 2014. Berdasarkan pengalaman mereka, ada tiga penyebab penyakit tuberkulosis masih jadi momok menakutkan sehingga tetap sulit diatasi, yaitu mitos, stigma negatif, serta rendahnya edukasi dan literasi kesehatan.

1. Masih Percaya Mitos Soal TBC

Sebagian masyarakat Indonesia masih mempercayai mitos dan takhayul tentang penyakit, termasuk TBC. Banyak masyarakat percaya TBC sebagai penyakit kutukan leluhur atau hasil jampi-jampi/guna-guna seseorang. 

Dampaknya, penderita tuberkulosis bukannya dibawa ke fasilitas kesehatan untuk ditangani, tapi justru disarankan melakukan sejumlah ritual supaya terbebas dari hal-hal buruk itu. Padahal, ritual semacam itu tidak mampu menyembuhkan penyakit TBC yang diderita seseorang. Penyakit TBC bisa disembuhkan dengan perawatan medis dan mengonsumsi obat yang diresepkan secara disiplin dan teratur. 

Mitos lain yang didapat kader YABHYSA di lapangan, TBC merupakan penyakit keturunan yang bisa menurun ke anak dan cucu. Faktanya, tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. 

2. Stigma Negatif

Jamak didapati di lapangan bahwa penderita TBC acap mendapat stigma negatif sehingga penderita mengalami diskriminasi. Selain harus berjuang menyembuhkan penyakitnya, penderita TBC masih harus berjuang menghadapi pengucilan oleh masyarakat dan bahkan oleh keluarga sendiri. Segelintir tenaga kesehatan juga ogah memeriksa karena takut tertular. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ruly menceritakan sebuah kasus menyedihkan penderita TBC yang didampingi Yayuk Widiana selaku Bendahara YABHYSA Kota Malang. Karena takut tertular, pihak keluarga menyewa sebuah lapak dagang untuk ditempati anggota keluarga yang menderita TBC. 

“Penderita disewakan bedak atau tempat jualan yang biasa kita temukan di pasar-pasar. Di situlah penderita ditempatkan untuk istirahat, makan, minum, dan aktivitas lainnya. Makan dan minumnya dipesan secara online,” ujar Ruly. 

Padahal, kata Ruly, penderita TBC membutuhkan semangat dan dukungan masyarakat setempat dan utamanya dari pihak keluarga untuk sembuh. Penanganan penderita TBC bisa dikomunikasikan langsung dengan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lain dan kader YABHYSA. 

Supaya tidak menulari orang lain, penderita TBC harus disiplin menerapkan protokol kesehatan dengan benar, seperti menggunakan masker, menutup mulut saat bersin dan batuk, serta teratur meminum obat sampai tuntas sebagaimana diresepkan dokter. 

Selain itu, orang yang tinggal serumah dengan penderita TBC disarankan rajin membersihkan rumah, memastikan ruangan berventilasi dan memiliki pencahayaan yang baik, serta berpola hidup sehat untuk menjaga kondisi kondisi tubuh tetap prima. 

3. Rendahnya Literasi Kesehatan

Mayoritas penderita TBC tidak memeriksakan diri pada dokter untuk mendapat penanganan yang tepat. Mereka menganggap penyakit TBC sebagai penyakit ringan yang tidak butuh penanganan khusus sehingga bisa sembuh sendiri dengan mengonsumsi obat batuk biasa. 

Persepsi dan pemahaman salah itu disebabkan oleh lemahnya edukasi tentang pengobatan TBC. Padahal, orang dengan TBC memerlukan pengobatan dalam jangka waktu minimal 6 bulan dengan teratur mengonsumsi semua obat yang diresepkan. 

Kendati gejalanya sudah hilang selama masa pengobatan, orang dengan TBC tetap harus mengonsumsi obat sesuai yang diresepkan dokter. “Meski gejalanya sudah hilang, tapi bakterinya belum tentu hilang,” kata Ruly. 

Minum obat antituberkulosis tidak boleh putus. Harus disiplin. Apabila sekali saja tidak minum obat, pengobatan bisa diulang dari awal dan atau penyakitnya malah tambah parah. Andai berhenti minum obat atau tidak melanjutkan pengobatan, maka bakteri Mycobacterium tuberculosis bisa kebal terhadap obat yang diberikan sehingga penyakit TBC-nya jadi lebih berbahaya dan makin sulit disembuhkan. 

Bila orang dengan TBC ingin melanjutkan pengobatan, bukan saja harus diulang dari awal, tapi durasi pengobatannya jadi lebih panjang, minimal butuh 20 selama bulan untuk masa pengobatan. 

“Ada juga penyebab lain tapi tidak terlalu dominan, yaitu masalah ekonomi, ketiadaan biaya. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi bersama. Pasti ada jalan keluarnya. Tapi, tiga penyebab itu yang paling menonjol selama kami bergerak di lapangan,” kata Ruly.

Pilihan Editor: Tanda Anak Terkena TBC, Orang Tua Mesti Waspada

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu. 

ABDI PURMONO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

17 jam lalu

Warga Palestina menikmati pantai pada hari yang panas, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di Rafah, di selatan Jalur Gaza, 24 April 2024. REUTERS/Mohammed Salem
WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.


Penyebab Sulit Redakan Kesedihan karena Kehilangan Orang Tersayang

1 hari lalu

Ilustrasi wanita sedih. Shutterstock
Penyebab Sulit Redakan Kesedihan karena Kehilangan Orang Tersayang

Kehilangan orang yang disayangi memang berat. Tak jarang, kesedihan bisa berlangsung lama, bahkan sampai bertahun-tahun.


IPW Sebut Polisi Mesti Telusuri Motif Kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi, Jangan Berhenti Kesimpulan Bunuh Diri

4 hari lalu

Brigadir Ridhal Ali Tomi, anggota Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Manado. Dia ditemukan tewas di dalam mobil Toyota Alphard hitam dengan kepala tertembak, di Jalan Mampang Prapatan IV Nomor 20, Jakarta Selatan, Kamis, 15 April 2024. Dok. Instagram
IPW Sebut Polisi Mesti Telusuri Motif Kematian Brigadir Ridhal Ali Tomi, Jangan Berhenti Kesimpulan Bunuh Diri

IPW menilai proses pemeriksaan terhadap tewasnya Brigadir Ridhal Ali Tomi tak cukup berhenti di kesimpulan bunuh diri.


Polisi Sebut Akan Periksa Ponsel Brigadir Ridhal Ali Tomi Dalami Penyebab Kematian di Mobil

4 hari lalu

Anggota Polri saat melakukan olah TKP di Mampang Prapatan, Jakarta. ANTARA/HO-Polres Metro Jaksel
Polisi Sebut Akan Periksa Ponsel Brigadir Ridhal Ali Tomi Dalami Penyebab Kematian di Mobil

Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan polisi terus menggali terkait kasus meninggalnya Brigadir Ridhal Ali Tomi diduga bunuh diri di dalam mobil.


Sekutu Pertimbangkan Hentikan Penjualan Senjata ke Israel Setelah Kematian Relawan Asing di Gaza

27 hari lalu

Pekerja bantuan Australian World Central Kitchen (WCK), Lalzawmi
Sekutu Pertimbangkan Hentikan Penjualan Senjata ke Israel Setelah Kematian Relawan Asing di Gaza

Beberapa negara Eropa sekutu Israel pertimbangkan hentikan penjualan senjata akibat pembunuhan tujuh relawan World Central Kitchen di Gaza


Sandera Israel Ditemukan Tewas di Gaza, Kerabat Salahkan Pemerintah Netanyahu

27 hari lalu

Elad Katzir. Foto: Al Quds Brigades
Sandera Israel Ditemukan Tewas di Gaza, Kerabat Salahkan Pemerintah Netanyahu

Saudara perempuan Elad Katzir, sandera Israel yang ditemukan tewas di Gaza, menyalahkan pihak berwenang Israel atas kematiannya.


Ciri-ciri Batuk TBC Menurut Dokter

30 hari lalu

Ilustrasi Tuberkulosis atau TBC. Shutterstock
Ciri-ciri Batuk TBC Menurut Dokter

Dokter menjelaskan batuk berkepanjangan selama dua minggu atau lebih adalah gejala utama TBC, waspadalah.


Penyebab Target Elimisasi TBC Sulit Terealisasi pada 2030

31 hari lalu

Petugas saat melihat hasil pemeriksaan Rontgen Thorax milik warga saat skrining tuberkulosis di Gelanggang Olahraga Otista, Jakarta, Kamis, 9 Februari 2023. Untuk mengurangi penularan Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru, Dinas Kesehatan DKI Jakarta melalui Puskesmas Kecamatan Jatinegara melangsungkan kegiatan skrining tuberkulosis kepada 65 orang yang meliputi Pemeriksaan Rontgen Thorax, TCM (Test Cepat Molekuler) atau Pemeriksaan Dahak, serta TST (Tuberkulin Skin Test) atau Test Mantoux. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Penyebab Target Elimisasi TBC Sulit Terealisasi pada 2030

Pasien TB mengalami siklus panjang dalam pengobatan. Sehingga target eliminasi TB pada 2030 sulit diwujudkan


Percepat Target Eliminasi TBC 2030, Kemenko PMK Luku Pedoman Mitra Penanggulangan TBCncurkan Bu

31 hari lalu

Menko PMK, Muhadjir Effendy dalam RTM pembahasan pemberian diskon tarif tol periode mudik Idul Fitri 1445 H/2024 M, melalui Zoom, Selasa, 4 April 2024. TEMPO/Intan Setiawanty
Percepat Target Eliminasi TBC 2030, Kemenko PMK Luku Pedoman Mitra Penanggulangan TBCncurkan Bu

Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia setelah India dengan estimasi 969.000 kasus.


Kenali Gejala Demam Berdarah dan Bahaya yang Mengintainya

34 hari lalu

Ilustrasi demam berdarah dengue atau DBD. Pexels/Tima Miroscheniko
Kenali Gejala Demam Berdarah dan Bahaya yang Mengintainya

Demam berdarah (DBD) dapat menyebabkan pendarahan serius, penurunan tekanan darah tiba-tiba, bahkan berujung pada kematian.