TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kejiwaan subspesialis anak dan remaja Anggia Hapsari mengatakan orang tua perlu memperhatikan kalimat yang digunakan ketika mendampingi dan mendukung anak yang menjadi korban kekerasan dengan menggunakan kalimat yang jelas.
"Kalimat yang tidak berupa tuduhan ataupun menyalahkan sehingga anak ini bisa percaya dengan kita dan mengeluarkan semua isi hati, bisa kita dampingi untuk pulih," ujar anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia itu.
Lulusan Universitas Indonesia itu berpendapat menggunakan kalimat yang jelas merupakan salah satu cara meminimalisasi dampak yang dialami anak korban kekerasan, khususnya secara daring, akibat penggunaan internet dan gawai tanpa disertai kemampuan penilaian dan pengendalian yang baik.
Menurutnya, orang tua, guru, atau orang dewasa bisa membantu anak menceritakan atau melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya. Mereka harus dapat mengobservasi perubahan perilaku anak.
"Lihat hasil akademik, misalnya ada tidaknya prestasi yang menurun, menarik diri tidak mau ikut kelompok dan sebagainya, bagaimana berelasi dengan teman-teman, apakah mudah marah, tersinggung, dan lainnya," saran Anggia.
Awasi penggunaan gawai
Khusus untuk pencegahan terkait penggunaan internet bermasalah, orang tua bisa mendampingi anak ketika menggunakan internet. Sekarang ini ada berbagai panduan bagi orang tua untuk mengetahui apa yang anak buka di gawai. Orang tua juga disarankan melakukan pemeriksaan secara berkala kegiatan daring anak.
Anggia memberi rekomendasi durasi waktu paparan layar gawai pada anak berdasarkan usia. Pada anak 0-18 bulan disarankan sama sekali tidak boleh menggunakan gawai kecuali saat tertentu, misalnya melakukan panggilan video, yang tetap harus didampingi orang tua. Pada anak usia 18-24 bulan, disarankan durasi minimal penggunaan gawai. Kalau pun ingin mengenalkan anak pada gawai, pilihlah aplikasi yang menggunakan interaksi dua arah dan pastikan pendampingan dan waktunya pun sangat terbatas.
Pada anak usia 2-5 tahun, penggunaan gawai dibatasi maksimal satu hari satu jam dengan pembagian dua kali 30 menit. Pilihlah aplikasi yang interaktif dan dapat meningkatkan fokus anak serta keterampilan anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang tua masih perlu mendampingi anak usia 2-5 tahun ketika menggunakan aplikasi. Kemudian, pada usia 6-12 tahun, anak sudah bisa menggunakan gawai secara mandiri tetapi orang tua tetap perlu memastikan aplikasi apa saja yang dibuka dan mengawasinya.
"Ketika hari-hari sekolah, mereka hanya bisa menggunakan dua jam maksimal screen time saat tidak belajar atau waktu luang. Saat akhir pekan, mereka bisa menggunakan tiga sampai empat jam, terbagi misalnya empat kali satu jam, harus didampingi orangtua," jelasnya.
Pada periode usia 12-15 tahun, anak sudah memasuki praremaja. Orang tua bisa memberikan batasan terkait apa saja yang boleh atau tidak boleh diakses. Orang tua juga harus memastikan kegiatan mengakses gawai tidak sampai menyebabkan adiksi dan pastikan interaksi dengan anak lain tetap ada.
"Orang tua mungkin bisa menerapkan di rumah area bebas gawai dan waktu kapan saja bisa bebas gawai," saran Anggia.
Pilihan Editor: Tahun Pertama Kehidupan Anak, Momen Penting Bangun Kedekatan dengan Orang Tua