TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena selfie telah merajai era digital. Banyak orang berbagi potret diri mereka melalui media sosial. Namun, ada situasi di mana selfie bukan lagi aktivitas biasa, tetapi telah menjadi kecanduan yang berpotensi merugikan. Kecanduan selfie atau yang dikenal sebagai selfitis adalah kondisi di mana seseorang merasa terdorong untuk terus-menerus mengambil dan membagikan foto diri sendiri. Ini adalah perilaku yang dapat memiliki dampak serius terhadap kesejahteraan mental dan sosial individu tersebut.
Apa Itu Kecanduan Selfie?
Kecanduan selfie menurut Lybrate mengacu pada fenomena seseorang terlibat dalam serangkaian tindakan yang dimulai dengan mengambil foto diri sendiri selfie, kemudian membagikan foto tersebut di platform media sosial, dan menunggu tanggapan dari teman-teman terkait foto tersebut.
Individu yang mengalami kecanduan ini terlibat begitu dalam dalam proses selfie sehingga momen-momen dalam hidup mereka menjadi "terbekukan" dalam gambar-gambar tersebut. Hidup mereka seolah-olah diwakili oleh rangkaian selfie yang tak terhitung jumlahnya, yang pada dasarnya menjadi cerminan dari emosi dalam bentuk yang sintetis. Kegiatan ini adalah bentuk perilaku kompulsif di mana seseorang merasa perlu mengambil gambar diri dan mempostingnya di berbagai platform media sosial secara terus menerus. Hal ini didorong untuk mendapatkan validasi dan perhatian dari orang lain, serta mengukur keberhasilan sosial melalui jumlah suka dan komentar.
Dalam beberapa kasus ekstrem, individu dengan kecanduan selfie mungkin menghabiskan berjam-jam untuk mengambil foto, mengabaikan aktivitas lain, dan mengganggu rutinitas harian mereka. Kecanduan selfie dapat menimbulkan sejumlah bahaya. Berikut bahayanya:
1. Gangguan Kesehatan Mental
Dilansir dari The Treatment Specalist, banyak ahli percaya ada hubungan antara selfitis dan kesehatan mental. Kecanduan selfie dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan rendah diri.
Prosesnya dimulai dengan memposting selfie dan mendapatkan respons positif, melepaskan endorfin yang meredakan cemas dan depresi. Namun, upaya keras mencari gambar yang sempurna bisa memperburuk gangguan mental. Ketergantungan pada validasi dari media sosial dapat membuat individu merasa rendah diri jika tidak mendapatkan respons yang diinginkan.
2. Isolasi Sosial
Orang yang kecanduan selfie cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di dunia maya daripada di dunia nyata. Ini dapat mengarah pada isolasi sosial, merusak hubungan pribadi, dan mengganggu interaksi sosial secara langsung.
3. Gangguan Hubungan Pribadi
Fokus yang berlebihan pada diri sendiri dan media sosial dapat menyebabkan konflik dalam hubungan personal. Pasangan, keluarga, dan teman mungkin merasa diabaikan atau kurang dihargai.
4. Gangguan Produktivitas
Kecanduan selfie dapat mengganggu produktivitas dalam pekerjaan, sekolah, dan kehidupan sehari-hari. Menghabiskan terlalu banyak waktu di ponsel atau kamera untuk mengambil selfie dapat menghambat pencapaian tujuan.
5. Risiko Fisik
Dalam usaha untuk mendapatkan selfie yang sempurna, individu mungkin terlibat dalam perilaku berisiko seperti mengabaikan keselamatan pribadi, seperti mengambil foto di tempat berbahaya atau mengemudi sambil mengambil selfie.
Menyadur dari Nexus Recovery Services, selama periode 2011 hingga 2017, tak kurang dari 259 nyawa hilang dalam aksi selfie yang ekstrem. Sebagian besar insiden ini melibatkan jatuh dari tempat tinggi, tenggelam, atau terkait dengan kecelakaan transportasi. Beberapa kasus tragis juga melibatkan senjata api, sengatan listrik, dan bahkan kebakaran.
6. Dampak Negatif pada Diri Sendiri
Terlalu sering melihat diri sendiri dalam bentuk fisik melalui selfie dapat mempengaruhi persepsi diri dan membentuk citra tubuh yang tidak realistis.
Mengatasi kecanduan selfie memerlukan pengakuan terhadap masalah dan langkah-langkah yang diambil untuk membatasi aktivitas tersebut. Penerapan teknik meditasi, konseling, pembatasan waktu layar, dan fokus pada aktivitas yang lebih bermanfaat dapat membantu mengatasi kecanduan selfie. Sehingga, perlu untuk memprioritaskan kesehatan mental, mengembangkan hubungan yang sehat dengan media sosial, dan menjaga keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata.
Pilihan Editor: Cerita Pria yang Kecanduan Foto Selfie 200 Kali Sehari