TEMPO.CO, Jakarta - Aritmia merupakan gangguan irama jantung yang dapat berupa denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur dan ini bisa berakibat fatal, seperti stroke dan gagal jantung apabila tidak segera mendapatkan penanganan. Ketua Perhimpunan Aritmia Indonesia (PERITMI) dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP (K), mengatakan pusing bisa menjadi salah satu gejala aritmia di samping indikasi lain seperti pingsan dan jantung berdebar.
"Pusing saja bisa merupakan gejala aritmia, kemudian pingsan menjadi satu gejala yang paling sering kami temukan karena aritmia. Yang paling sering itu berdebar dan yang paling ditakutkan aritmia menyebabkan henti jantung," kata Sunu.
Menurutnya, aritmia menjadi penyebab paling sering kondisi henti jantung, yakni 88 persen, seperti yang pernah dialami pesepakbola Denmark, Christian Eriksen, saat bertanding melawan Finlandia pada Juni 2021. Dalam menghadapi kondisi itu, maka bantuan hidup dasar menjadi utama bagi pasien berupa serangkaian upaya awal untuk mengembalikan fungsi pernapasan atau sirkulasi.
"Masalahnya henti jantung sering tidak bisa diprediksi sehingga terapi yang bisa membantu untuk bertahan jadi sangat penting," jelasnya.
Kasus masih tinggi
Sementara itu, Dewan Penasihat PERITMI Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP (K), menyebutkan data 2023 menunjukkan prevalensi aritmia secara umum sekitar 1,5-5 persen pada populasi global. Kemudian, aritmia yang paling sering terjadi yakni fibrilasi atrium (FA) dengan prevalensi global mencapai 46,3 juta kasus dan diperkirakan pada 2050 prevalensi FA akan terus meningkat hingga mencapai 72 juta kasus di Asia (di Indonesia diperkirakan mencapai 3 juta).
Menurut Dicky, orang dengan aritmia biasanya menunjukkan gejala seperti jantung berdetak lebih cepat dari normal (takikardia), jantung berdetak lebih lambat dari normal (bradikardia), pusing, pingsan, cepat lelah, sesak napas, dan nyeri dada.
Aritmia bisa terjadi pada siapa saja, sering muncul secara sporadis dan pada sebagian kecil pasien karena bawaan. Tetapi, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan orang terkena aritmia yaitu faktor usia, penyakit jantung koroner, penggunaan narkoba atau zat-zat tertentu, minum alkohol berlebihan, mengonsumsi obat-obat tertentu, merokok, dan mengonsumsi kafein berlebihan.
Dicky mengatakan penanganan aritmia dapat dilakukan dengan tindakan kateter ablasi yaitu tindakan untuk detak jantung yang tidak teratur dan terlalu cepat dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah ke jantung. Tindakan itu dikatakan memiliki angka keberhasilan tinggi sehingga menjadi pilihan pertama. Sementara pemberian obat-obatan hanya dapat meredam kemunculan aritmia tetapi tidak menyembuhkannya.
Penanganan aritmia juga dapat dilakukan dengan pemasangan alat Implantable Cadioverter Defibrillator (ICD) untuk mencegah henti jantung mendadak. Fungsi ICD pada dasarnya untuk mengembalikan fungsi jantung dengan cara memberikan kejut listrik ketika terjadi gangguan irama jantung. ICD adalah alat berukuran kecil yang ditanam di dalam dada untuk mengembalikan irama jantung yang tidak normal dan mempunyai baterai yang dapat bertahan hingga delapan tahun, tergantung pada frekuensi kerja alat tersebut.
Pilihan Editor: Waspada, Sering Pingsan Mendadak Petanda Alami Gangguan Sistem Kelistrikan Jantung