TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis anak dan Ketua Pencegahan Infeksi dan Kontrol di RS Cipto Mangunkusumo, Ari Prayitno, mengatakan demam yang tidak lebih dari satu minggu maka kemungkinan besar bukan demam tifoid. Pasalnya, banyak orang tua khawatir karena anak mengalami demam berhari-hari dan langsung berpikir itu demam tifoid.
“Pertama, jangan pikirkan demam tifoid kalau masih di bawah satu minggu. Kemungkinannya banyak demam di bawah satu minggu, ada radang tenggorokan, radang di saluran kemih, radang di telinga tengah, dan saluran cerna,” jelas Ari dalam diskusi mengenai "Demam Tifoid pada Anak", Kamis, 26 Oktober 2023.
Ari mengatakan demam tifoid biasanya berlangsung lebih dari satu minggu dengan gejala di saluran cerna seperti muntah, mencret, buang air besar susah dan jarang. Selain itu, jika anak sudah masuk usia sekolah, dengan sering makan di luar meskipun kebersihan di rumah terjaga, baru bisa dikerucutkan mengarah ke demam tifoid dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan ke dokter dan pemeriksaan serologi, baik widal atau tubeks, dengan mendeteksi salmonela melalui laboratorium. Sampel pemeriksaan tersebut diambil melalui darah, urine, atau sumsum tulang.
Perhatikan polanya
Ari juga meminta untuk memperhatikan pola demam anak. Di minggu pertama umumnya demam akan naik dan turun namun cenderung meningkat bertahap. Hal tersebut bisa terjadi sampai awal minggu kedua, yang relatif turun. Namun di minggu ketiga bisa timbul komplikasi jika memang ditemukan adanya tifoid dalam pemeriksaan laboratorium atau riwayat keluarga yang didiagnosis tifoid.
“Kalau mau periksa serologi, baik widal maupun tubeks, itu dilakukan jika curiga tidak ada perubahan demam dalam enam hari dengan pengobatan biasa, begitu menginjak hari ketujuh bisa periksa serologi,” sarannya.
Ari khawatir jika demam tifoid terlalu dini didiagnosis akan terjadi pengobatan yang berlebihan. Biasanya dokter akan memberi obat dengan jenis kloramfenikol, yang jika tidak hati-hati pemberiannya akan menimbulkan efek samping. Pada pasien demam tifoid, Ari menyarankan untuk mengonsumsi makanan yang mudah dicerna dan tidak membutuhkan kontraksi usus yang kuat.
Selain itu, saat demam fungsi metabolisme tubuh juga akan terganggu sehingga perlu makanan yang mudah diserap tubuh. Ia juga meminta untuk banyak minum air agar tidak sulit buang air besar namun juga perlu diperhatikan jangan sampai terjadi diare.
“Jangan juga makanan yang memadatkan masa tinja, nanti akan susah untuk mereka yang konstipasi. Prinsipnya, kurangi makanan berserat dan berlemak, terutama saat masih demam, banyak konsumsi air minum, jangan sampai kurang tapi juga jangan sampe diare,” tegas Ari.
Pilihan Editor: Beda Gejala Tipes pada Anak dan Dewasa