TEMPO.CO, Jakarta - Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) tetap menjadi tantangan serius dalam kesehatan masyarakat. PPOK meningkatkan risiko kematian, memengaruhi kualitas hidup, menurunkan produktivitas pasien dan menambah beban pembiayaan terkait kesehatan secara umum.
Kolaborasi berbagai stakeholders diperlukan untuk percepatan edukasi terkait kesehatan paru. Perwakilan Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Triya Damayanti mengatakan PPOK berhubungan erat dengan kejadian flu yang serius. "Data Centers for Disease Control (CDC) menunjukkan 9 dari 10 orang yang dirawat di Rumah Sakit akibat flu ternyata juga menderita penyakit kronis seperti PPOK, sehingga sangat direkomendasikan agar semua orang berusia 6 bulan atau lebih untuk menerima vaksin flu setiap tahunnya. Hal ini juga menjadi hal yang penting bagi pasien PPOK,” kata Triya.
Sebelumnya, sebagai bagian dari peringatan Hari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Sedunia 2023 (World COPD Day 2023), GSK bersama PDPI bersama-sama mengadakan Kampanye Peduli Paru OK pada kegiatan Car Free Day (CFD) di sekitaran Bundaran HI, Jakarta. Kegiatan Kampanye Peduli Paru OK merupakan kelanjutan dari kerja sama antara GSK Indonesia dan PDPI yang penandatanganan Nota Kesepahamannya disaksikan langsung oleh perwakilan Kementerian Kesehatan pada bulan Mei 2023 yang lalu.
November adalah bulan kesadaran Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sedunia. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Breathing is Life, Act Earlier”. Tajuk ini sejalan dengan harapan bersama agar masyarakat dapat mempunyai kepedulian lebih tinggi terhadap penyakit paru, khususnya PPOK, juga bisa memahami tatalaksana dan pencegahannya demi kualitas hidup yang lebih baik.
Triya mengatakan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyambut baik kegiatan Kampanye Peduli Paru Obstruktir Kronis ini serta mengajak seluruh masyarakat bisa bergabung dalam peringatan Hari PPOK Sedunia 2023. "Masyarakat bisa ikut berkontribusi meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan paru,” Triya Damayanti.
Baca juga:
Kementerian Kesehatan mengingatkan tentang pentingnya penanganan dan pencegahan PPOK sebagai salah satu kebijakan kesehatan nasional di Indonesia. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK, karena edukasi pada PPOK jelas berbeda dengan edukasi pada penyakit pernapasan lain seperti asma.
PPOK adalah penyakit kronis yang ireversibel dan progresif, sehingga inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril, menyoroti pentingnya edukasi PPOK bagi masyarakat sebagai upaya untuk menurunkan angka kejadian penyakit tersebut. PPOK tidak dapat disembuhkan, tetapi gejalanya akan membaik apabila pasien menghindari faktor risiko dan mendapatkan vaksin pencegahan infeksi. "Hari PPOK Sedunia menjadi momentum yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat akan PPOK, termasuk faktor risiko, gejala dan keluhan, pencegahan dan tatalaksananya. Saya sangat mengapresiasi kerjasama inisiasi oleh GSK Indonesia dan PDPI untuk terus mendukung pemerintah dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap PPOK, salah satunya melalui Kampanye Peduli Paru OK,” kata Syahril.
President Director & General Manager GSK Indonesia Manish Munot mengatakan GSK bangga meluncurkan Kampanye Peduli Paru Obstruktif Kronis bersama dengan PDPI. "Yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan paru demi kualitas hidup dan produktivitas pribadi yang lebih baik walaupun kualitas udara belum tentu mendukung“ ujar Manish.
Laporan Global Initiatives for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2023, menyebutkan bahwa faktor risiko PPOK paling umum adalah asap rokok dan polusi udara, yang berasal dari partikel kimia, gas industri atau rumah tangga. Saat ini, PPOK juga menjadi salah satu dari tiga penyebab kematian tertinggi di dunia. Sebanyak 90 persen dari kematian ini terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Jumlah penderita PPOK di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta orang dengan prevalensi 5,6 persen menurut data dari Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia yang diterbitkan oleh PDPI tahun 2023. Jumlah ini akan terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan jumlah perokok dan kualitas udara yang kurang baik di beberapa wilayah Indonesia.
Manish berharap Kampanye Peduli Paru Obstruktif Kronis ini mampu menginspirasi masyarakat yang berisiko. "Membantu pasien untuk mendapatkan informasi PPOK terkini, sehingga bisa berkonsultasi lebih dini ke Dokter untuk tatalaksana yang tepat,” kata Manish.
Pilihan Editor: Hadapi Udara Buruk, Ini 10 Makanan yang Baik untuk Kesehatan Paru-paru