TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor: 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pemenuhan gizi nasional sebagai perwujudan hak asasi manusia sebagaimana dijamin dalam UUD 1945. Pertimbangan pembentukan Badan Gizi Nasional untuk memenuhi gizi nasional, di mana pemerintah perlu melakukan upaya untuk mengatur tata kelola tercukupinya konsumsi yang aman dan bergizi bagi masyarakat.
Spesialis gizi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Melinda, Bandung, Johanes Chandrawinata, menyebut pentingnya Badan Gizi Nasional selektif ketika memberikan bantuan makanan bergizi bagi kelompok yang membutuhkan.
"Badan Gizi ini, kalau saya berharap agar dapat memberikan (bantuan makanan bergizi) secara selektif supaya tepat sasaran. Pengawasan terhadap dana itu juga harus benar-benar dilakukan supaya tepat guna. Yang perlu diperhatikan juga apakah perlu ada skrining massal," kata Johanes, Selasa, 20 Agustus 2024.
Perlu skrining massal?
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 83 Tahun 2024 yang mengatur pembentukan Badan Gizi Nasional, ada empat kelompok prioritas pemenuhan gizi yang akan disasar, yakni peserta didik, anak usia di bawah lima tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui. Menurut Johanes, sasaran tersebut cukup besar jumlahnya sehingga data yang dikumpulkan harus valid. Salah satunya dapat melalui skrining kesehatan massal agar betul-betul tepat sasaran kepada masyarakat yang betul-betul membutuhkan bantuan gizi.
"Jadi yang perlu diperhatikan itu, apakah perlu skrining. Skrining massal tersebut mungkin hanya pada kasus-kasus yang memang memerlukan bantuan saja untuk memberikan bantuan gizin supaya tepat sasaran. Jangan sampai nanti semua diberikan tetapi hasilnya minimal," paparnya.
Menurutnya, biaya untuk memperbaiki gizi juga tidak murah karena perlu mempertimbangkan kebutuhan gizi masyarakat sesuai usianya.
"Jadi harus diperhitungkan betul-betul karena diberikan kepada anak balita. Protein jelas penting. Untuk anak usia sekolah juga begitu, protein yang cukup, karbohidrat dan lemak juga harus cukup. Mesti ditegaskan juga pemberian makanan tambahan apakah sebagai makanan pengganti, satu kali makan, atau hanya tambahan yang seperti camilan?" ucapnya.
Ia menegaskan apabila makanan yang diberikan dalam bentuk camilan juga mesti diperhitungkan kalori, protein, karbohidrat dan lemak yang terkandung di dalamnya. "Itu perlu dibagi juga berapa, penting sekali untuk diperhatikan. Jadi tidak mudah tugasnya Badan Gizi ini, harus benar-benar jaga ketat supaya programnya berhasil dan mencapai target yang benar-benar membutuhkan," tuturnya.
Selain itu, Johanes juga menekankan pentingnya Badan Gizi Nasional melibatkan para pakar, dokter, dan ahli yang bekerja di bidang gizi untuk membantu program makan bergizi. "Saya berharap Kepala Badan Gizi Nasional yang merupakan lulusan IPB juga merangkul sejawatnya yang lain supaya program ini sukses, juga tidak lupa merangkul profesi yang lain, misalnya spesialis gizi klinik, dokter, kemudian juga tentunya ahli gizi dan dietitian, juga bagian public health karena hubungannya dengan masyarakat luas," paparnya.
Pilihan Editor: Saran Ahli Gizi agar Anak Mau Makan Sayur