TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah gaya hidup modern yang serba cepat dan pola makan yang sering kali tidak sehat, sindrom metabolik menjadi salah satu tantangan kesehatan yang signifikan. Sindrom metabolik merupakan sekelompok kondisi medis yang bersama-sama meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan stroke.
Seseorang dapat didiagnosis dengan sindrom metabolik jika memiliki setidaknya tiga dari lima kondisi berikut, seperti yang dilansir dari Cleveland Clinic.
1. Kelebihan Berat Badan Abdominal: Lingkar pinggang lebih dari 40 inci pada pria dan individu yang ditetapkan pria saat lahir (AMAB), atau lebih dari 35 inci pada wanita dan individu yang ditetapkan wanita saat lahir (AFAB).
2. Hipertrigliseridemia: Kadar trigliserida dalam darah 150 miligram per desiliter (mg/dL) atau lebih.
3. Kadar HDL Kolesterol Rendah: HDL kolesterol kurang dari 40 mg/dL pada pria dan individu AMAB atau kurang dari 50 mg/dL pada wanita dan individu AFAB.
4. Kadar Gula Darah Tinggi: Kadar gula darah puasa 100 mg/dL atau lebih. Jika kadar gula darah antara 100 hingga 125 mg/dL, Anda mengalami prediabetes. Jika lebih dari 125 mg/dL, kemungkinan Anda menderita diabetes tipe 2.
5. Tekanan Darah Tinggi: Nilai tekanan darah sistolik 130 mmHg atau lebih tinggi (angka atas) dan/atau diastolik 85 mmHg atau lebih tinggi (angka bawah).
Kondisi-kondisi ini, jika terjadi secara individual, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan stroke. Namun, ketika seseorang memiliki tiga atau lebih dari kondisi ini, risikonya meningkat secara signifikan. Diagnosis sindrom metabolik seharusnya dilihat sebagai tanda peringatan untuk mengubah aspek-aspek kesehatan Anda guna mengurangi risiko.
Kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) dapat menyebabkan gejala pada beberapa orang, seperti:
- Kulit gelap di ketiak atau bagian belakang dan samping leher (akantosis nigrikans).
- Penglihatan kabur.
- Haus berlebihan (polidipsia).
- Frekuensi buang air kecil meningkat, terutama di malam hari.
- Kelelahan.
Beberapa faktor berkontribusi pada perkembangan sindrom metabolik, dan ini adalah kombinasi faktor yang kompleks. Namun, para peneliti percaya bahwa resistensi insulin adalah penyebab utama di balik sindrom ini.
Seperti yang dilansir dari Mayo Clinic, resistensi insulin terjadi ketika sel-sel di otot, lemak, dan hati tidak merespons dengan baik terhadap insulin, hormon yang diproduksi pankreas dan penting untuk mengatur kadar glukosa darah.
Beberapa faktor dapat menyebabkan sel-sel tubuh Anda merespons insulin secara tidak tepat. Ini berarti sel-sel tersebut tidak dapat menyerap glukosa dari darah atau menyimpannya dengan efisien. Akibatnya, pankreas memproduksi lebih banyak insulin untuk mencoba mengatasi kadar glukosa darah yang meningkat. Ini disebut hiperinsulinemia.
Faktor-faktor berikut dapat berkontribusi pada resistensi insulin:
1. Kelebihan Berat Badan Abdominal atau Obesitas: Lemak tubuh menghasilkan bahan kimia (disebut sitokin proinflamasi) yang mengurangi efektivitas insulin. Semakin banyak lemak tubuh yang Anda miliki, semakin besar dampaknya terhadap cara kerja insulin. Lemak visceral (lemak di sekitar organ) menyebabkan lebih banyak resistensi insulin daripada lemak subkutan (lemak di bawah kulit), tetapi keduanya berperan dalam sindrom metabolik.
2. Kurangnya Aktivitas Fisik: Otot Anda menggunakan banyak glukosa dan glikogen yang tersimpan untuk berfungsi. Aktivitas fisik membuat tubuh Anda lebih sensitif terhadap insulin dan membangun otot yang dapat menyerap lebih banyak glukosa darah. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan resistensi insulin.
3. Obat-obatan Tertentu: Beberapa obat dapat menyebabkan resistensi insulin, termasuk kortikosteroid, beberapa obat tekanan darah, beberapa pengobatan HIV, dan beberapa obat psikiatri.
4. Genetika: Gen yang diwarisi dari orang tua biologis Anda dapat berkontribusi pada resistensi insulin. Mereka juga dapat berkontribusi pada obesitas, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi.
Pilihan Editor: 5 Gejala Sindrom Metabolik yang Jarang Diperhatikan