TEMPO Interaktif, Jakarta - Penyakit ini sering disebut penyakit brengsek. "Sekali kena, fatal," kata Staf Divisi Saraf Anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sekaligus pendiri Klinik Anakku dr. Hardiono Pusponegoro.
Inilah penyakit meningitis dengan penyebab bakteri. Di dunia ilmiah, penyakit ini disebut sebagai penyakit invasif pneumococcus (Invansive Pnemumococcal Disesae). Penyakit ini menyerang selaput otak. Bakteri penyebab paling umum adalah Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcus).
Jika sudah kena, separuh kemungkinannya mati. Jika sembuh, meninggalkan cacat, kelumpuhan, tuli, kurang kemampuan belajar, mental terbelakang dan epilepsi. Parahnya lagi, penyakit ini banyak menyerang anak anak usia di bawah 2 tahun.
Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia, pneumonia sudah membunuh bayi lebih dari dua juta per tahun. Salah satunya meningitis. Pada 24 April kemarin, diperingati sebagai Hari Meningitis Dunia.
Secara garis besar, meningitis disebabkan oleh tiga penyebab; virus, jamur dan bakteri. Pnemococcus disebabkan oleh bakteri. Meningitis yang disebabkan virus, umumnya tidak berbahaya dan bisa pulih. Namun, meningitis yang disebabkan oleh bakteri dapat mengakibatkan kematian hingga 50 persen pada penderita.
Dokter spesialis anak sekaligus Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Soedjatmiko mengatakan, anak berisiko tinggi terkena meningitis. Bakteri ini rentan bagi anak usia di bawah dua tahun, lahir kurang bulan, air susu ibu (ASI) sebentar, sering terpapar asap rokok, banyak kontak dengan orang lain.
“Biasanya di lingkungan padat,”kata dia. Selain itu, bayi yang sering infeksi saluran pernapasan dan sistem kekebalan tubuh yang rendah juga rentan terserang bakteri ini.
Bakteri ini berasal tenggorokan orang sehat. Menular melalui ludah, atau saat batuk. Tersalur ke bayi dan bersarang. "Yang menjadi sarang adalah bayi," kata dia.
Setelah bersarang di tenggorokan dan pernafasan bayi, bakteri berkembang dan masuk ke dalam darah. Menyebar ke tubuh, dan menyerang selaput otak. Kemungkinan yang terjadi adalah, radang paru, bakteri dalam darah dan meningitis.
Secara umum, gejala meningitis bisa diketahui dengan demam, hipotermia, susah minum, muntah, diare, kejang, sesak nafas, penurunan kesadaran atau ubun ubun menonjol. Tak ada cara lain, selain melarikan penderita ke rumah sakit untuk dirawat.
Namun, penyakit ini bisa dicegah. Antara lain dengan pemberian ASI, perilaku hidup sehat, menutup mulut jika bersin/batuk, cuci tangan dan imunisasi. Pencegahan terbaik dengan imunisasi, khususnya vaksin IPD generasi kedua, yakni Vaksin Pneumokokus Konjugasi (PCV 7).
Vaksin ini sudah direkomendasikan oleh IDAI. “Vaksin ini efektif dan aman,” kata Hardiono. Menurutnya, vaksin ini bisa menekan penyakit meningitis hingga 94 persen.
Angka vaksin ini di Indonesia masih sangat rendah. Dari 4,6 juta bayi yang lahir hanya 0,6 persen mendapatkan perlindungan terhadap bakteri pneumococcus.
Kendalanya, harga vaksin ini terbilang mahal. “Sekitar Rp 800 ribu,” kata Soedjatmiko.
Menurut Hardiono, jalan yang bisa ditempuh adalah menggalakkan imuniasi vaksin ini kepada anak anak di Indonesia. “Turunkan harga vaksin,” kata dia.
Jika pemerintah kesulitan, dia menyarankan meminta bantuan. “Mungkin dengan bantuan GAVI,” lanjutnya. GAVI adalah Global Alliance for Vaccines and Immunisation, lembaga internasional yang membantu negara negara berkembang dalam mengadakan vaksnasi dan imunisasi.
Berbeda dengan Menginitis Haji
Beberapa waktu lalu, jamaah haji ramai oleh fatwa haram vaksin menginitis. Pasalnya, vaksin itu ditengarai mengandung enzim babi. Bagaimana dengan vaksin PCV 7 ?
Menurut Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Soedjatmiko vaksin IPD halal. “Penyebabnya berbeda,” kata dia.
Menginitis haji disebabkan oleh bakteri Nigeria Menginitidis. “Sedangkan menginitis ini disebabkan oleh pneumococcus,” kata dia.
Menginitis haji, kata Soedjatmiko, berkembang di Afrika dan Sahara. “Bakteri itu menyerang semua usia, anak dan orang dewasa,” kata dia. Bakteri menginitis haji itu dikhawatirkan terpapar saat orang bertemu dan berkumpul di Mekah saat naik haji.
“Saat ini, menginitis haji tak ada di Indonesia,” kata dia
NUR ROCHMI