Nova Saraswati, 33 tahun, misalnya. Dalam dua pekan terakhir, ia mengaku sudah dua kali membawa putra tunggalnya, Rizky Putra Mandiri, yang baru berusia 5,5 tahun, ke psikolog. Nova kurang sreg dengan penjelasan psikolog di yayasan tempat putranya mengikuti aktivitas di TK.
"Secara kasatmata sih si Rizky sudah bisa 'calistung' (baca-tulis-berhitung). Tapi saya ingin lebih yakin apakah secara emosional dia sudah benar-benar siap masuk SD," kata staf public relations sebuah perusahaan air minum dalam kemasan itu pada Selasa pekan lalu.
Untuk lebih meyakinkan, akhirnya Nova harus merogoh kocek hingga ratusan ribu rupiah buat berkonsultasi ke sebuah klinik psikologi yang dikelola perguruan tinggi terkemuka di Depok. Hasilnya, Senin pekan lalu Rizky sudah terdaftar di sebuah SD swasta tak jauh dari tempatnya tinggal di kawasan Jagakarsa. "Bukan SD favorit sih, tapi relatif lebih mudah bagi kami untuk antar-jemputnya," ujar Nova.
Meski tak sampai mendatangi psikolog, Wahyu Sulastomo, 36 tahun, mengaku sempat bersitegang dengan istrinya berkaitan dengan rencana memasukkan Inggrid ke sekolah dasar. Ia berpendapat, anak keduanya yang akan berusia 6 tahun pada pertengahan Mei nanti itu sebaiknya mengulang di TK B. Sebab, meski sudah mampu baca-tulis-berhitung dan atraktif saat bernyanyi, Inggrid masih sering ngambek.
"Inggrid belum cukup gede (mandiri) secara emosional. Bangun pagi sampai pakai sepatu pun masih harus dikomando. Bisa shocked dia kalau dipaksakan mengikuti irama belajar di SD," ujar Wahyu, yang membuka bengkel kendaraan bermotor di Sawangan, Depok.
Psikolog pendidikan dari Universitas Indonesia, Dr Rose Mini A. Prianto, MSpi, berpendapat, secara umum anak pada usia 7 tahun memang telah memiliki kemampuan kognisi yang baik dan bersikap lebih mandiri. Namun, jika anak masih di bawah 7 tahun tapi kemampuan kognisi dan emosinya baik, tak ada salahnya masuk SD.
"Bila si anak telah mengenal huruf, angka, dan sudah bisa menuliskannya dengan cara sederhana, boleh saja disekolahkan. Kenapa harus menunggu (usia) 7 tahun?" kata Rose Mini, yang biasa disapa Bunda Romi, saat dihubungi Jumat pagi lalu.
Di luar kemampuan itu, yang juga perlu dipertimbangkan adalah kemampuan berkonsentrasi dan kemandirian anak. Sebab, sementara di taman kanak-kanan jam aktivitas relatif singkat dan anak lebih banyak bermain, di SD porsi bermain akan jauh berkurang sehingga anak perlu berkonsentrasi dalam waktu lebih panjang.
Bunda Romi juga mengingatkan, kemampuan baca-tulis-berhitung diminta tak menjadi syarat bagi sekolah untuk menerima calon siswa. Sebab, idealnya kemampuan tersebut menjadi materi yang harus diajarkan para guru di kelas I. "Keliru kalau ada sekolah yang melakukan tes terhadap calon siswanya. Saya tidak setuju ada tes," kata konsultan psikologi di Essa Consulting itu.
Pemerintah tahun lalu telah menerbitkan Peraturan Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Pasal 69 peraturan itu, khususnya pasal 4, menyatakan sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia dari 7 sampai 12 tahun sebagai peserta didik hingga batas daya tampungnya. Berikutnya, pasal 5 menyatakan penerimaan peserta didik kelas I SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung atau bentuk tes lain.
Bunda Romi mengakui, di beberapa sekolah negeri maupun swasta, ada yang melakukan tes dengan dalih bagian dari seleksi mengingatkan kapasitas kelas yang terbatas. Atau secara laten, ada sebagian guru yang malas untuk mengajari cara baca-tulis yang memang butuh ketekunan tersendiri.
Hal lain yang perlu diperhatikan orang tua adalah memilih sekolah. Untuk ini perlu ada semacam school shopping atau melakukan survei ke sekolah-sekolah bersama anak. Dengan cara ini, orang tua dan anak bisa saling berbagi mana kira-kira sekolah yang cocok. "Jangan asal sekolah favorit, karena waktu belajar dan tanggung jawab terbesar tetap berada di rumah dan orang tua itu sendiri. Banyak kok orang yang sekolah di kampung kemudian sukses," kata Bunda Romi.
Sudrajat
TIP
Baca Juga:
Agar Anak Siap Masuk SD
Sebelum memutuskan anak memasuki jenjang pendidikan dasar, ada baiknya orang tua memastikan anaknya sudah memiliki beberapa hal berikut ini.
- Kemandirian dan kesiapan. Misalnya sudah bisa mengenakan pakaian sendiri,
menyiapkan peralatan sekolah sendiri, mengeluarkan pendapat, memberi
jawaban tanpa dibisiki atau dibimbing.
- Kemampuan kognitif: mengenali gambar, menghitung sederhana, membaca
kata-kata sederhana.
- Kemampuan afektif: bernyanyi, bercerita, bermain peran.
- Kemampuan psikomotor: mewarnai, menggambar, memindahkan benda-
benda di hadapannya.
Syarat Pendaftaran
- Akta kelahiran.
- Berumur minimal 6 tahun pada Desember tahun ajaran yang didaftar.
- Ijazah taman kanak-kanak (bila ada).
- Mengisi formulir pendaftaran.