TEMPO.CO, New York - Melanie Berliet, seorang wanita muda, lajang, dan tanpa anak-anak, tiba di sebuah klinik medis di New York City mencari "konsultasi gratis" untuk menpermak bagian intimnya. Dikenal sebagai vaginoplasty, prosedur ini dilakukan dengan mengencangkan jaringan yang lembek, memotong kembali bibir dalam dan luar labia, dan kadang-kadang membuka klitoris.
Berliet menulis tentang pengalamannya itu dalam sebuah artikel berjudul "Designer Parts," untuk majalah Atlantic. Saat datang, ia mengaku sebagai pasien dan menyembunyikan tujuannya semula, mencari informasi untuk operasi yang kini digandrungi wanita Amerika Serikat ini.
Dokter adalah seorang yang sangat profesional, kata Berliet kepada ABCNews.com. Setelah pemeriksaan fisik, seorang pegawai rumah sakit menerangkan kehebatan operasi peremajaan vagina ini.
"Dia pada dasarnya mengatakan kepada saya pacar saya akan segera melamar setelah operasi dilakukan," kata Berliet. "Vagina pada gambar tampak seperti milik bintang porno," katanya.
Bedah ginekologi korektif telah tersedia selama beberapa dekade untuk membantu wanita dengan inkontinensia atau kendur saluran vaginanya setelah melahirkan. Tetapi para ahli mengatakan bahwa ribuan perempuan, terutama yang muda, kini mencari prosedur seperti vaginoplasty dan labiaplasty untuk penampilan prima bagian intim mereka. Operasi ini tak murah, dengan biaya antara US$ 1.000 hingga US$ 3.000 dan tidak dilindungi oleh asuransi.
The American College of Aesthetic Plastic Surgeons melaporkan 2.140 perempuan melakukan operasi tersebut pada tahun 2010. International Society of Aesthetic Plastic Surgeons mengatakan dua kali lebih banyak telah dilakukan di AS setiap tahunnya, hampir 5.200 orang.
Namun angka-angka ini mungkin adalah perkiraan yang rendah. "Kami tidak tahu jumlah pastinya, karena banyak yang dilakukan di pusat-pusat operasi yang sulit untuk melacak," kata Dr Cheryl B. Iglesia, seorang ahli bedah panggul rekonstruktif dan direktur program perempuan di Pusat Nasional untuk Lanjutan Bedah Panggul di Washington. "Tidak ada dokumen yang bisa dipakai untuk melacaknya, dan mereka membayar tunai di depan."
Menurut Iglesia, banyak kalangan wanita muda yang melakukannya. Bahkan, ada remaja 16 tahun yang juga ingin melakukan operasi ini. "Ini jelas keliru," katanya.
Dalam sebuah editorial di edisi Juni jurnal Obstetrics and Gynecology, Iglesia mengatakan wanita sedang "tersesat atau bingung tentang apa yang disebut dengan 'normal'." "Padahal ukuran labia adalah variatif. Ukuran mulai 5 mm hingga 5 cm adalah normal," katanya.
Dia mengatakan bahwa pornografi di Internet mendorong banyak wanita melakukan operasi pada alat vitalnya. termasuk, menghilangkan rambut kemaluan melalui waxing Brasil atau mencukurnya habis, hal yang memberikan wanita harapan yang tidak realistis tentang tubuh mereka. Ia menyebut operasi vagina ini sebagai "sunat perempuan zaman modern."
Pada tahun 2007, American College of Obstetricians dan Gynecologists memperingatkan tentang vaginoplasty membayakan keselamatan dan meragukan efektivitasnya. Risiko terbesar dalam prosedur tersebut adalah infeksi, perubahan sensasi, dispareunia (kontraksi menyakitkan pada vagina), perlekatan, dan jaringan parut, menurut ACOG, yang mengatakan wanita perlu diberitahu tentang kurangnya data pada prosedur dan komplikasi potensial yang mungkin timbul.
Iglesia mengatakan, ia bahkan pernah mengoperasi wanita yang sebelumnya melakukan vaginoplasty karena setelah operasi vaginanya menjadi terlalu ketat sehingga ia selalu mengaku nyeri saat berhubungan intim.
Sedang labiaplasty, katanya, membuat labia pasien "tampak seperti keju Swiss." Kadang-kadang saraf di sekitar klitoris rusak setelah operasi.
Namun, kata Barliet, dampak negatif itu kerap dianggap angin lalu, hanya demi sebuah "kenormalan" semu. Dan klinik-klinik permak vagina pun, terutama di kota-kota besar seperti New York dan Los Angeles, kian dibanjiri peminat.
ABC NEWS | TRIP B