TEMPO.CO, Jakarta - Ular bisa jadi merupakan hewan yang paling salah dimengerti orang. Lantaran ada berbagai mitos menyeramkan serta penggambaran negatif di banyak cerita fiksi, reptil ini dianggap hewan berbahaya yang agresif menyerang manusia.
"Padahal ular takut kepada manusia. Mereka hanya menggigit ketika merasa takut, terancam, atau tersakiti," ujar Arby Krisna, salah seorang pendiri komunitas pencinta reptil, Aspera, Jumat 25 Januari 2013.
Kesalahan itulah yang membuat banyak orang yang langsung menghabisi hewan tak berkaki ini ketika menemukan mereka. "Padahal banyak juga spesies terancam yang harusnya dilindungi," ujar lelaki berusia 23 tahun itu.
Berangkat dari kurangnya pemahaman masyarakat terhadap isu inilah Arby bersama lima teman sesama pencinta reptil mendirikan Derik Education pada 4 Juli 2011, yang namanya kemudian diubah menjadi Aspera pada akhir tahun lalu. “Kami memang menangani masalah reptil, juga amfibi, tapi kami lebih berfokus pada ular,” kata Arby.
Nama Aspera dipilih karena berasal dari nama spesies ular tanah asli Indonesia, yakni Candoia aspera, yang di sini dikenal sebagai ular mono tanah. “Ular ini endemik di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua dan Maluku,” ujar Arby.
Jumlah anggotanya memang belum begitu besar, yakni 35 anggota aktif dan sekitar 200 anggota di Facebook. Meski begitu, kegiatan yang dilakukan komunitas ini cukup padat, terutama dari segi edukasi. Selain berbagi ilmu dan melakukan diklat ke sesama anggota, Aspera rutin melakukan edukasi kepada publik, dari anak TK sampai mahasiswa. "Kami ke masyarakat dua minggu sekali, bisa di kampus Universitas Indonesia, sekolah, mal, dan sebagainya," ujar Arbi, yang mulai memelihara ular sejak usia 5 tahun ini.
Untuk anak TK sampai SD, ujar Arbi, anggota Aspera memberi pengenalan dasar pada ular, misalnya bahwa ular sebenarnya tuli dan memiliki penglihatan buruk. Sedangkan anak yang lebih besar mulai diajari cara membedakan ular berbisa dengan yang tidak, cara memindahkan ular yang masuk rumah, serta menangani gigitan ular berbisa.
Ketika melakukan sosialisasi, Aspera membawa beberapa ular koleksi mereka yang diletakkan dalam kandang kaca. "Untuk anak SD sampai TK belum kami ajari untuk memegang ular karena takutnya mereka main comot saja," ucapnya. Untuk publik yang lebih dewasa, Aspera bahkan berani membawa ular berbisa, tentu diamankan dalam kandang yang diawasi ketat.
Sementara ini, kegiatan Aspera berpusat di wilayah Jabodetabek.
Dalam sosialisasi tersebut, Aspera juga berusaha meluruskan banyak mitos salah seputar ular, salah satunya yang populer adalah ular takut garam. Arby menyatakan ular mengandalkan penciumannya, jadi untuk mencegahnya masuk rumah adalah dengan menebarkan benda yang berbau tajam, seperti parfum atau karbol.
Sebagian besar anggota Aspera mendapat pengetahuan seputar ular ini secara otodidaktik dari pengalaman sendiri, Internet, buku, serta dari orang yang telah berpengalaman di dunia reptil, seperti mantan pengurus reptil Kebun Binatang Ragunan.
Aspera juga langsung terjun ke lapangan melakukan studi mengenai populasi reptil dan amfibi di satu daerah. Anggota Aspera juga berasal dari berbagai latar belakang, dari karyawan, mahasiswa, hingga siswa SMP.
Informasi ini kemudian dibagi kepada sesama anggota pada pertemuan mingguan yang dilaksanakan di markas Aspera di daerah Lenteng Agung. Di tempat ini, Aspera memelihara lebih dari 100 ekor ular (termasuk yang berhasil mereka kembang-biakkan sendiri), katak, kura-kura, biawak, dan buaya.
Beberapa jenis ular yang dipelihara anggota Aspera dari Python reticulatus, ular tak berbisa yang ukuran dewasanya bisa mencapai panjang 6 meter, ular kobra, king kobra, hingga ular weling, yang bisanya mematikan.
Berbekal pengetahuan menangani ular, Aspera juga memiliki anggota tim rescue yang bisa dihubungi masyarakat ketika mereka menemukan ular liar di lingkungannya. Sejak didirikan, sudah ada belasan ekor ular yang ditangkap dari daerah permukiman, seperti di Kota Wisata Cibubur, Sawangan, Ciledug, hingga Kuningan. "Ular itu kemudian kami lepas di kawasan Gunung Gede, Bogor," ucapnya. Untuk melakukan penyelamatan ini Aspera harus berpacu dengan waktu, karena tidak jarang "tukang potong" tiba lebih dulu dan mengambil ular tersebut untuk diambil kulit atau dagingnya.
Tak harus memiliki reptil piaraan untuk menjadi anggota Aspera. Daripada mereka yang memelihara ular untuk sekadar gaya-gayaan, Arby mengatakan orang yang memiliki kecintaan pada reptil dan mau belajar akan lebih dihargai di komunitas ini. "Walaupun dia cuma punya ular kadut, misalnya, akan sangat dihargai di Aspera," ujarnya.
RATNANING ASIH