TEMPO.CO, Jakarta - Professor Keith Kerr menjelaskan, tidak semua penderita kanker bisa diterapi target. Bagi mereka yang divonis dengan kanker stadium satu dan dua, profesor dari Universitas Aberdeen, Skotlandia ini menyarankan untuk operasi dan radioterapi. Kedua cara lama ini lebih efektif, ketimbang meminum obat terapi target.
Terapi ini hanya cocok untuk penderita kanker tingkat lanjut atau di atas stadium tiga. "Atau mereka yang sudah menjajal pengobatan standar, tapi sel kankernya kambuh lagi," ujar Kerr, di Hotel Sheraton Kuala Lumpur, bulan lalu.
Memang, terapi target ini dibuat sebagai pemberi harapan di ujung jalan, ketika harapan mulai menipis karena semua jalan terapi buntu. ”Karenanya, uji-uji klinis diprioritaskan untuk tipe mereka yang sudah masuk dalam kategori kroni," katanya.
Ada dua obat terapi target, yang dikeluarkan dua perusahaan berbeda, diluncurkan baru-baru ini. Pada 29 Oktober lalu, Regorafenib dari Bayer diluncurkan untuk Indonesia. Regorafenib adalah obat untuk kanker kolorektal, yaitu kanker yang tumbuh di area usus besar dan rektum atau bagian dari saluran pembuangan akhir di atas dubur.
Berselang sepekan, perusahaan obat lain dari Jerman, Boehringer Ingelhim meluncurkan Afatinib sebagai terapi target untuk kanker paru. Afatinib baru bisa diakses pasien dari sejumlah negara di Asia, seperti Malaysia, Filipina dan Thailland. (baca juga: Mutasi EFGR, Penanda Kanker Paru)
Dua obat minum ini merupakan bagian dari puluhan terapi target yang sudah teruji klinis. Badan Pengawas Obat Amerika Serikat (FDA) telah membuat daftar nama-nama obat yang sudah lolos tersebut. Jenisnya pun bisa dilihat di laman resmi FDA maupun cancer.gov. Regorafenib mendapatkan persetujuan sejak 2012. Setahun kemudian giliran Afatinib mengantongi izin tersebut. Dengan keluarnya dua pengesahan, maka produknya secara resmi mulai mengglobal.
Data yang dipaparkan dari situs kedokteran Medscape menunjukkan, Afatinib lebih lama menghambat pertumbuhan sel kanker (Progression Free Survival) daripada obat terapi target sebelumnya, Gefitinib. Pasien yang mengkonsumsi Afatinib teratur menunjukkan sel kankernya stagnan 11 bulan. Ada pun Gefitinib yang dipasarkan perusahaan obat AstraZeneca dan Teva, rata-rata bisa memperpanjang hingga 9,8 bulan. Obat yang bisa mengungguli Afatinib adalah Erlonitib yang dipasarkan oleh Genetech, dengan rata-rata 11,2 bulan.
Terapi target, sesuai namanya, adalah pengobatan kanker yang hanya menyasar atau mencari sel yang sakit. Seperti Arjuna yang bisa memanah Bhisma dengan tepat di antara ratusan ribu pasukan Kurawa. Ini berbeda dengan penghancuran sel kanker dengan kemoterapi. Kemo ini seperti pasukan Amerika yang menjatuhkan bom atom di Jepang, tanpa padang bulu menghajar semua sel, baik yang terkena kanker maupun yang sehat. (baca juga: 4 Mitos Soal Kanker yang Harus Dipatahkan)
DIANING SARI
Terpopuler:
Begini 7 Tren Mode Tahun Depan
Susu Almond yang Sedang Ngetren
Mencicipi Kopi Buatan Barista Juara Internasional
Hasil Survei: Mayoritas Publik Belum Paham AIDS
Rutinitas Harian Picu Gangguan Nyeri Punggung