TEMPO.CO, Jakarta - Pekan mode terbesar di Indonesia, Jakarta Fashion Week, kembali dimulai. Menampilkan 230 desainer Indonesia dan luar negeri, selama enam hari, para desainer berlomba untuk menampilkan penafsiran mereka soal tren mode terkini.
“Kami berkeinginan menjadikan Jakarta sebagai pusat mode dunia,” ujar Direktur Jakarta Fashion Week Svida Alisjahbana saat pembukaan JFW 2016, Sabtu, 24 Oktober 2015.
Salah satu program yang paling menarik dari Jakarta Fashion Week adalah program inkubator Indonesia Fashion Forward, bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif, Femina Group selaku penyelenggara Jakarta Fashion Week, dan British Council.
Tahun ini, tercatat ada 10 desainer dan label baru yang terpilih untuk mengikuti program tersebut. Kesepuluh desainer itu adalah Sean & Sheila, Lekat, D'leia, Anthony Bachtiar, IKYK, riamiranda SIGNATURE, SOE Jakarta, Lotuz, Ellyhan, dan Byvelvet. Semuanya unjuk gigi pada hari pertama Jakarta Fashion Week lewat empat slot peragaan busana.
Anthony Bachtiar menjadi pembuka peragaan pertama seri Indonesia Fashion Forward. Ketimbang unjuk gigi soal tren dengan bermain melalui siluet pakaian, Anthony justru mengeksplorasi kain tradisional Indonesia dan bordir di atas bahan tulle.
Koleksinya bisa dibilang "mundur" ketimbang "maju" mengikuti tren. Jika mau bertahan dalam dunia mode, Anthony harus mau belajar mengeksplorasi desain sambil tetap mempertahankan craftmanship yang sudah dimilikinya.
Label D'Leia, dengan tas sebagai jualan utamanya, menyusul Anthony Bachtiar dengan peragaan beragam tas miliknya. Tas dari bahan rajut ataupun tekstil Indonesia serta kulit menjadi salah satu koleksi yang ditunjukkan desainer Lea Maria Judipranata ini. Sebagai kerajinan tangan, tentu karya Lea sangat menarik.
Tapi tak banyak desain baru yang ditunjukkan Lea. Dari segi itu, label ini baru sebatas menunjukkan kualitas kerajinan tangan ketimbang desain. Padahal dibutuhkan desain yang bagus jika memang bercita-cita menembus pasar internasional.
Sebagai penutup peragaan slot pertama program IFF, ada label Lekat karya Amanda I Lestari. Sejak muncul di JFW, Lekat memang telah mencuri banyak perhatian dengan konsistensinya menggunakan bahan tenun ikat asal Baduy.
Ini merupakan material yang cukup jarang dieskplorasi desainer. Mengusung tema "The Eye Has to Travel", Lekat kali ini bekerja sama dengan desainer grafis Angela Judiyanto. “Kami ingin menampilkan sesuatu yang fresh dan casual,” kata Amanda.
Selain itu, tenun Baduy yang digunakan, kata Amanda, dipadukan dengan bahan linen. Kedua material itu kemudian dipadukan dengan ilustrasi karya Angela. Hasilnya merupakan tampilan pakaian kasual, dengan nuansa '70-an.
Sayangnya, penataan gaya busana dari tenun Baduy itu tampaknya belum bisa terlalu memancing antusiasme mereka yang menonton. Jika Amanda berhasil menangani masalah ini pada koleksi berikutnya, Lekat tentu bakal naik kelas.
Dari peragaan ini, Lekat tentu jauh berbeda dengan dua label lainnya yang masih terjebak dalam eksplorasi kerajinan tangan ketimbang merancang busana ataupun aksesori yang sesuai dengan tren mode tahun depan. Kalau masalah ini tidak dipecahkan, yang terjadi justru "Indonesia Fashion Backwards" ketimbang "Indonesia Fashion Forward".
SUBKHAN J. HAKIM