TEMPO.CO, Yogyakarta- Buku antropologi memotret kehidupan masyarakat secara visual diluncurkan di Bentara Budaya Yogyakarta, Kamis, 27 Desember 2012. Buku bertajuk “Melampaui Penglihatan: Kumpulan Esai Antropologi Visual tentang Media (Audio) Visual, Seni, dan Penonton” karya M. Zamzam Fauzanafi memotret kehidupan manusia melalui foto, film, mural, seni lukis, dan puisi. “Tidak semua kajian Antropologi bisa dijelaskan melalui kata-kata. Visualisasi penting karena bicara tentang detail pesan yang ingin disampaikan,” kata dia kepada Tempo.
M Zamzam Fauzanafi mengatakan foto dan video, memberikan gambaran lebih utuh tentang kebudayaan maupun kehidupan masyarakat, yang menjadi kajian Antropologi. Dalam buku itu, ia mencontohkan tentang foto hasil riset minat baca masyarakat di Jakarta, Yogyakarta, dan Magelang. Riset yang digagas Replika dan IKAPI ingin menjelaskan bagaimana minat membaca masyarakat Indonesia. “Foto-foto dalam pameran riset itu memberikan gambaran lebih detail,” katanya.
Ia menulis buku tentang Antropologi Visual, yang diterbitkan Rumah Sinema karena kajian Antropologi di Indonesia belum banyak. Di Indonesia, hanya universitas negeri yang memiliki kajian itu sehingga orang jarang mengenalnya.
Menurutnya, kajian Antropologi di Eropa berkembang sejak 1980-an seiring dengan penemuan alat perekam, foto dan video untuk menjelaskan tentang kehidupan masyarakat. Antropologi visual di Eropa misalnya menjelaskan tentang bagaimana orang menata rumah, yang dijelaskan lewat foto. Sementara di Indonesia, kajian itu berkembang sejak 1990-an. UGM mengembangkan kajian Etnofotografi atau tulisan tentang kebudayaan yang dilengkapidengan foto. Kajian itu pertama kali disampaikan oleh PM Laksono.
Buku setebal 171 halaman yang ditulis dosen Antropologi FIB UGM merupakan kumpulan esai menjadi buku panduan kuliah dan bisa digunakan untuk para peneliti.
Editor buku Eko Suprati mengatakan penulisbanyak mengamati praktek-praktek visual dalam kehidupan sehari-hari. Melalui buku itu, masyarakat bisa lebih jeli menangkap apapun secara visual. Lewat foto dan video, yang dijelaskan dalam buku itu,masyarakat bisa lebih dekat dalam mempelajari sesuatu. “Orang bisa menafsirkan pesan apapun dalam sebuah foto, gambar secara bebas,” katanya.
SHINTA MAHARANI