TEMPO.CO , Makassar: Menapaki satu per satu anak tangga dengan satu kaki, melompat untuk pindah ke anak tangga yang lain, tentu butuh tenaga ekstra. Kecuali jika sampai pada tangga kembar, dua kaki boleh digunakan. Kaki kanan berada di kotak kanan, kaki kiri akan mengisi kotak kiri. Sejenak, pemain akan mengatur napas dan melanjutkan perjalanannya hingga ke bulan.
Perjalanan menapaki anak tangga hingga ke bulan ini dikenal sebagai permainan dende-dende—permainan tradisional yang menggunakan media tanah untuk menggambar bagan, serta batu pipih untuk penanda langkah.
“Bermain membuat anak menemukan pengalaman belajar awal yang menyenangkan,” kata staf pengajar Psikologi Pendidikan dan Bimbingan di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Yusi Riksa Yustiana, kepada Tempo, Senin lalu. Dende-dende dimainkan dalam peresmian pemberlakuan mata pelajaran iman dan taqwa Indonesia di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, hari itu.
Pengalaman awal belajar anak haruslah bermakna. Karena itu, kata Yusi, perlu dikemas dengan cara yang menyenangkan. Jika pengalaman awal belajar anak tidak menyenangkan, akan menjadi beban bagi si kecil.
Menurut Yusi, karakteristik utama anak berusia 0-8 tahun adalah bermain. Kalaupun harus belajar, dikemas dengan cara bermain. Dengan bermain, seluruh aspek perkembangan anak akan terjadi, dari fisik, psikis, bahasa, hingga sosial.
Yusi mencontohkan permainan dende-dende. Pemainnya melakukan gerakan-gerakan meloncat sehingga membuat tulang belakang anak menjadi lebih kuat. Permainan ini juga akan mengembangkan aspek kognitif anak. Saat hendak melompat, sang anak pasti berpikir tentang strategi yang akan digunakan. Dengan bermain juga akan memperkaya kosakata anak. Sebab, saat bermain, anak pasti akan berkomunikasi dengan teman-temannya.
Bermain juga memperbaiki aspek emosi dan menumbuhkan jiwa sosial anak. Secara moral, anak juga akan belajar tentang aturan dalam sebuah permainan. Menurut Yusi, jika seluruh aspek perkembangan anak tumbuh, kepribadian anak juga akan berkembang dengan baik.