TEMPO.CO, Tangerang - Penyakit stroke merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Namun penyakit mematikan yang diakibatkan kelainan pembuluh darah di otak ini bisa dicegah dengan DSA (digital subtraction angiography) otak yang berfungsi melihat kelainan pembuluh darah otak, seperti penyempitan, sumbatan, aneurisma, serta AVM pada arteri dan vena.
Menurut dokter spesialis radiologi intervensi di Bethsaida Hospitals, Gading Serpong, Tangerang, Jacob Pandelaki, DSA merupakan pemeriksaan golden standard dari pembuluh darah otak untuk melihat aliran di pembuluh darah arteri sampai jaringan, lalu ke vena secara langsung dan terus-menerus melalui alat angiografi atau kateterisasi.
"Alat angiografi menggunakan sinar-X secara terus-menerus untuk memantau pembuluh darah yang diperiksa setelah disuntikkan sehingga pembuluh darah akan terlihat," katanya di sela acara “Seminar Solusi Menghadapi 3 Penyakit Mematikan” di Bethaida Hospitals, Kamis, 17 Desember 2015.
Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini melanjutkan, setiap pasien dapat mengajukan DSA dengan menghubungi bagian radiologi di rumah sakit. Namun, ia mengingatkan, ada kemungkinan akan ada beberapa tahap yang harus dilakukan pasien sebelum tindakan DSA dilakukan.
"Kami akan menjelaskan dulu apa itu DSA karena pemeriksaan ini pakai radiasi," ujarnya.
Menurut Jacob, dokter akan menanyakan berbagai faktor risiko, misalnya apakah penderita merupakan perokok atau memiliki tekanan darah tinggi. Ia juga menyarankan pasien bersama-sama berkonsultasi kepada dokter ahli saraf. "Siapa tahu dokter saraf menemukan gejala kecil, misalnya kelumpuhan saraf," ucapnya.
Berdasarkan data tersebut, dokter akan berdiskusi dan tindakan pun akan dilakukan berdasarkan indikasi yang terdapat pada pasien tersebut. Sebelum tindakan DSA dilakukan, ada kemungkinan dokter akan merekomendasikan pasien agar melakukan tindakan MRI atau MRA. "Dari situ dicek apakah ada kelainan vena. Kalau memang ada kelainan, barulah kami lakukan DSA," tuturnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Radiologi ASEAN ini menerangkan, tahapan tersebut sangat penting dilakukan. "Terapi yang dilakukan untuk pasien stroke bisa berbeda-beda, tergantung jenisnya. Jika salah terapi, akibatnya akan fatal," katanya.
Selain itu, Jacob menambahkan, tentunya pasien akan menghemat biaya rumah sakit. "Kalau memang hasilnya tidak positif, jadi kan tidak perlu DSA, pasien tidak perlu bayar dua kali," ujarnya.
DINI TEJA